PERADILAN AGAMA
1. Peradilan di dunia Islam sudah dikenal pada jaman Rasulullah dimana pada saat itu setiap perselisihan yang timbul diselesaikan oleh qadhi (hakim) dimana yang bertindak sebagai hakim di sini Nabi Muhammad sendiri yang didasarkan pada petunjuk Allah. Cara inilah yang kemudian dijadikan pedoman oleh para khalifah setelah Nabi wafat yang dikenal dengan sebutan aqdhiyah atau hukum-hukum pengadilan. Kata hukum memberikan petunjuk untuk memisahkan atau mendamaikan antar dua pihak atau lebih yang berselisih berpedoman pada kehendak Allah. Sedangkan kata peradilan (al-qadla) berarti menyelesaikan, memutuskan suatu atau menyempurnakannya. Dalam fiqih islam peradilan itu merupakan suatu badan yang menyelesaikan perkara dengan menggunakan hukum Allah sebagai dasar, dijalankan oleh orang yang mempunyai kekuasaan umum.
2. Dasar-dasar peradilan agama Islam
§ “Dan hendaknya engkau hukumkan antar mereka dengan apa yang Allah telah turunkan.” (QS. Al-Maidah: 49)
§ “…Dan apabila kamu menghukum di antara manusia, supaya kamu hukum dengan adil.” (QS. An-Nisa’: 58)
§ “Hai Daud, sesungguhnya kami jadikanmu khalifah di bumi, maka berikanlah keputusan bagi manusia dengan benar dan janganlah engkau turut hawa nafsu, karena nanti ia sesatkanmu dari jalan Allah.” (QS. Shad: 26)
§ ”Sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu Kitab (ini) dengan (membawa) kebenaran, supaya engkau menghukum di antara manusia dengan (faham) yang Allah tunjukkan kepadamu dan janganlah engkau menjadikan pembela bagi orang-orang yang khianat.” (QS. An-Nisa’: 105)
3. Sejarah pembentukan Peradilan Agama
Perkembangan kehidupan bangsa Indonesia secara historis antropologis terutama unsur budaya mengenai “religi dan upacara keagamaan” meperlihatkan adanya bermacam-macam agama. Tetapi walaupun demikian anggota masyarakat itu tetap berbaur dalam satu kesatuan bangsa tanpa membedakan agama dan adat istiadat masing-masing.
Setelah bangsa Belanda menjajah Indonesia, mereka mulai mengadakan penelitian dalam bidang ilmu hukum yaitu mengenai hukum yang berlaku terhadap Bumiputera. Hasil penelitian itu misalnya Konpendium Freijer dan Pepakem Cirebon yang isinya mengenai hukum keluarga bidang aturan-aturan hukum perkawinan dan hukum waris Islam (hukum positif).
Akibat hasil penelitian ini hukum adat dalam bidang hukum keluarga tidak pernah mau dirubah atau dihapus karena merupakan hukum agama. Untuk menghormati berlakunya Hukum Islam sebagai hukum positif maka lahirlah ketentuan pasal 75 RR dengan dicantumkan berlakunya Hukum Adat bagi Bumiputera. Sebagai pelaksanaan pasal ini dibentuklan lembaga Peradilan Agama bagi daerah Jawa dan Madura, yaitu: Pri-esterraad (Raad Agama) dan Hof voor Islamitische Zaken (Mahkamah Islam Tinggi).
Untuk daerah Luar Jawa dan Madura dibiarkan mengatur dan menyelesaikan perkara yang dihadapi sesuai hukum yang berlaku di daerah masing-masing. Di Kalimantan dibentuk Kerapatan Qadhi dan Kerapatan Qadhi Besar.
Untuk daerah Luar Jawa dan Madura dibiarkan mengatur dan menyelesaikan perkara yang dihadapi sesuai hukum yang berlaku di daerah masing-masing. Di Kalimantan dibentuk Kerapatan Qadhi dan Kerapatan Qadhi Besar.
4. Peradilan adalah proses pemberian keadilan di suatu lembaga yang disebut pengadilan. Pengadilan adalah lembaga atau badan yang bertugas menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.
5. Peradilan Agama adalah proses pemberian keadilan berdasarkan hukum agama Islam kepada orang-orang Islam yang dilakukan di Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. PA merupakan salah satu pelaksanan kekuasaan Kehakiman dalam negara RI selain PU, PTUN, PM dan Mahkamah Konstitusi. Sebagai bentuk yang sederhana PA berupa tahkim yaitu lembaga penyelesaian sengketa antara orang-orang Islam yang dilakukan oleh para ahli agama, telah lama ada dalam masyarakat Indonesia. Lembaga tahkim inilah yang menjadi asal usul PA yang tumbuh dan berkembang bersama dengan perkembangan masyarakat muslin di Nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar