a. Pengertian Studi Islam
Studi Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari bahasa Arab Dirasah Islamiyah. Dalam kajian Islam di Barat studi Islam disebut Islamic Studies. Dengan demikian, studi Islam secara harfiyah adalah kajian tentanghal-hal yang berkaitan dengan keislaman.
Dalam wacana studi Islam, Islam secara harfiyah berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Dari kata salima diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri. Dengan demikian, arti pokok Islam adalah ketundukan, keselamatan dan kedamaian.
Berpijak pada arti Islam di atas, maka studi Islam diarahkan pada kajian keislaman yang mengarah pada tiga hal :
Pertama, Islam yang bermuara pada ketundukan atau berserah diri. Sikap berserah diri kepada Tuhan itu secara inheren mengandung konsekuensi, yaitu pengakuan yang tulus bahwa Tuhan satu-satunya sumber otoritas yang serba mutlak. Kedua, Islam dapat dimaknai yang mengarah pada keselamatan dunia dan akhirat, sebab ajaran Islam pada hakikatnya membimbing manusia untuk berbuat kebajikan dan menjauhi semua larangan. Ketiga, Islam bermuara pada kedamaian. Makhluk hidup diciptakan dari satu sumber (QS. Al-Anbiya': 22). Manusia merupakan salah satu unsur yang hidup itu juga diciptakan dari satu sumber, yakni thin melalui seorang ayah dan seorang ibu, sehingga manusia harus berdampingan dan harmonis dengan manusia yang lain, berdampingan dengan makhluk hidup lain, bahkan berdampingan dengan alam raya.
Dari arti di atas, studi Islam mencerminkan gagasan tentang pemikiran dan praksis yang bernuansa pada ketundukan pada Tuhan, selamat di dunia-akhirat dan berdamai dengan makhluk lain.
b. Aspek Sasaran Studi Islam
Antara agama dan ilmu pengetahuan masih dirasakan adanya hubungan yang belum serasi. Jaringan komunikasi ilmiah dianggap belum menjangkauagama. Dalam bidang agama terdapat sikap dogmatis, sedang dalam bidang ilmiah terdapat sikap sebaliknya, yakni sikap rasional dan terbuka. Antara agama dan ilmu pengetahuan memang terdapat unsur-unsur yang saling bertentangan. Dari unsur perbedaan itu sulit untuk dipertemukan.
Studi Islam sebagai kajian tidak lepas dari keduanya. Antara apek sasaran keagamaan dan keilmuan sama-sama dibutuhkan dalam diskursus ini. Oleh karena itu, aspek sasaran Studi Islam meliputi dua hal tersebut, yaitu aspek sasaran keagamaan dan aspek sasaran keilmuan.
1. Aspek sasaran keagamaan
IAIN sebagai lembaga keagamaan, menuntut para pengelola dan civitas akademiknya untuk lebih menonjolkan sikap pemihakan, idealitas, bahkan seringkali diwarnai pembelaan yang bercorak apologis. Dari aspek sasaran ini, wacana keagamaan dapat ditransformasikan secara baik dan menjadikan landasan kehidupan dalam berperilaku tanpa melepaskan kerangka normatif. Pertama, Islam sebagai dogma juga merupakan pengalaman universal dari kemanusiaan. Kedua, Islam tidak hanya terbatas pada kehidupan setelah mati, tetapi orientasi utama adalah dunia sekarang.
2. Aspek sasaran keilmuan
Studi keilmuan memerlukan pendekatan yang kritis, analitis, metodologis, empiris dan historis. Oleh karena itu, konteks ilmu harus mencerminkan ketidakberpihakan pada satu agama, tetapi lebih mengarah pada kajian yang bersifat obyektif. Dengan demikian, studi Islam sebagai aspek sasaran keilmuan membutuhkan berbagai pendekatan.
Dalam studi Islam, kerangka pemikiran ilmiah di atasditarik dalam konteks keislaman. Pengkajian terhadap Islam yang bernuansa ilmiah tidak hanya terbatas pada aspek-aspek yang normative dan dogmatis, tetapi juga pengkajian yang menyangkut aspek sosiologis dan empiris. Pengkajian Islam ini dapat dilakukan secara paripurna dengan pengujian secara terus menerus atas fakta-fakta empiric dalam masyarakat yang dinilai sebagai kebenaran nisbi dengan mempertemukan pada nilai agama yang bersumber dari wahyu sebagai kebenaran absolute. Dengan demikian, kajian keislaman yang bernuansa ilmiah meliputi aspek kepercayaan normative-dogmatif yang bersumber dari wahyu dan aspek perilaku manusia yang lahir dari dorongan kepercayaan.
Pemahaman Agama Melalui Pendekatan Teologis
Sebagaiman halnya Filsafat Agama, Teologi pun sukar didefinisikan dengan definisi yang diterima oleh segala pihak. Lebih-lebih kalau mengingat misalnya bahkan kadang-kadang ada justru para ahli berlawanan pahamnya tentang apa yang dinamakan Teologi itu. Disatu pihak ada yang mengatakan Teologi benar-benar berbeda dengan filsafat agama, tetapi justru yang lain memasukkan filsafat agama ke dalam teologi, karena misalnya Encyclopedia of Philosopy yang editornya Paul Edwards, yang menyebutkan bahwa ke dalam Teologi itu masuk sejarah filsafat agama dan problematika filsafat agama. Tetapi sebaiknya dilihat juga percobaan satu dua orang untuk memberi gambaran tentang Teologi ini seperti yang terdapat dalam dictionary, encyclopedia maupun buku Teologi.
Virgilius Ferm mengatakan bahwa Teologi berasal dari bahasa Yunani theos yang berarti Tuhan, dan logos yang berarti studi. Kalau secara sederhana Teologi berarti studi masalah-masalah Tuhan dan kaitan Tuhan dengan dunia realitas. Dalam pengertian yang lebih luas berarti suatu cabang Filsafat, yaitu cabang Filsafat yang merupakan lapangan khusus atau bidang penelitian Filsafat yang khusus berkenaan dengan masalah Tuhan. Tetapi secara luas dipergunakan dalam arti Theoritical expression of a particular religion, ekspresi teoritis tentang suatu agama tertentu. Dalam pemahamannya kemudian ada Teologi Kristen, Yahudi, Prebisterian, Reformasi dan sebagainya. Kalau dipergunakan dalam yang demikian itu, teologi lalu merupakan fase-fase diskusi teoritis tentang kepercayaan agama tertentu yang bersifat historic, sistematik, polemic, apologetik dan sebagainya. Teologi tidak perlu merefensi pada agama, ia mungkin merupakan diskusi teoritis murni tentang Tuhan dan hubungan-Nya dengan dunia atas dasar penelitian yang bebas yang tidak mempunyai interest atau kepentingan tertentu.
Pemahaman Agama Melalui Pendekatan Filologi
Tampaknya penelitian agama memang tidak dapat dipisahkan dari aspek bahasa, karena manusia adalah makhluk berbahasa sedangkan doktrin agama dipahami, dihayati dan disosialisasikan melalui bahasa. Sesungguhnya pengertian bahasa amat luas dan beragam seperti bahasa isyarat, bahasa tanda, bahasa bunyi, bahkan bahasa manusia, bahasa binatang dan bahasa alam. Melalui bahasa manusia dan makhluk-makhluk lain dapat berkomunikasi.
Pembahasan berikut ini mengenai pengertian bahasa yang dipersempit dan diartikan sebagai kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan atau memerintah. Dalam kehidupan sehari-hari kita bisa merasakan perbedaan antara bahasa iklan, bahasa politik, bahasa ilmu pengetahuan maupun bahasa obrolan penuh persahabatan.
Jika kita memahami sebuah wacana hanya dari segi ucapan literalnya, maka kita bukannya disebut orang jujur dan lugu, melainkan orang yang bodoh dan tidak komunikatif sebagai makna sebuah kata ataupun kalimat selalu berkaitan dengan konteks. Hal demikian juga terjadi dalam bahasa agama, karena di dalam bahasa agama banyak digunakan bahasa simbolik dan metaforik, maka kesalahpahaman untuk menangkap pesan dasarnya mudah terjadi. Sekaligus untuk menghindari kesalahpahaman, sebaiknya kita sepakati lebih dahulu apa pengertian bahasa agama serta apa saja cakupan masalahnya. Istilah bahasa agama dalam buku ini menunjuk pada tiga macam bidang kajian dan wacana. Pertama, ungkapan-ungkapan yang digunakan untuk menjelaskan obyek pemikiran yang bersifat metafisi, terutama tentang Tuhan. Kedua, bahasa kitab suci terutama bahasa Al-Qur'an dan Ketiga, bahasa ritual keagamaan.
Pemahaman Agama Melalui Pendekatan Studi Hukum Islam
Dalam pembicaraan tentang hukum Islam yang terdapat dalam literature bahasa Arab adalah "Fikih" dan "Syari'at" atau "Hukum Syara'". Para ahli hukum Islam mendefinisikan fikih adalah ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum syara' yang bersifat operasional (amaliyah) yang dihasilkan dari dalil-dalil yang terperinci. Syari'at atau hukum syara' adalah seperangkat aturan dasar tentang tingkah laku manusia yang ditetapkan secara umum dan dinyatakan langsung oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dari definisi di atas istilah "Hukum Islam" didefinisikan seperangkat aturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah rasul tentang tingkah laku manusia yang diakui berlaku dan mengikat untuk semua orang yang terbebani hukum.
Pemahaman Agama Melalui Pendekatan Antroplogis
Pendekatan antropologis dalam studi agama akan membuahkan Antropologi Agama yang dapat dikatakan sebagian dari Antropologi Budaya, bukan Antropologi Sosial, Antropologi Fisis maupun Antropologi Filsafat.
Menurut pendapat Wach, A. Mukti Ali dan Kitagawa yakni Antropologi Agama menganggap bahwa agama bukan wahyu tetapi sekedar produk kehidupan manusia bermasyarakat, barangkali dapat dinamakan bukan Science of Religion. Ciri-ciri menggunakan metode Antropologi adalah obyeknya sekelompok manusia yang biasanya manusia sederhana dalam kebulatan kehidupannya, artinya meliputi aspek kebudayaannya. Jadi agama tidak diteliti secara tersendiri, tetapi diteliti dalam kaitannya dengan aspek-aspek budaya yang lain dari sekelompok manusia beragama yang dipelajari itu.