Senin, 31 Oktober 2011

Marks On The Skin (Tanda Pada Kulit)

Marks On The Skin

“Mother, what is the mark on Aman’s hand?” Hasan asked Mrs. Kaslan, as he played with his baby brother. “That is a birthmark,” she answered. “Why is it that he has a birthmark and I don’t?” Hasan asked, puzzled. “Well, Hasan, not everyone has a birthmark. Your brother was born with one. Such marks may also appear on the bodies of some children after their birth,“ explained his mother.

“What causes these marks?” Hasan asked again. “I don’t know, son,” Mrs. Kaslan replied. They also do not know of any way to prevent such marks from appearing on the skin. Many people believe that birthmarks are caused by some frightening experience the mother has before the birth of the child. However, scientists have proved that this is not true.

Almost all of us have a birthmark or a mole somewhere on the body. Birthmarks can appear on almost any part of skin, including the scalp. The marks may have different shapes, depending on the layer of skin in which they are found. Moles usually develop before or right after birth. In certain cases they do not show up until the children is fourteen or fifteen years old. Such marks do not cause any pain or illness.

Some birthmarks appear as reddish or purplish marks on the skin. These are actually an unusual formation of blood vessels. They may disappear without treatment.

Tanda Pada Kulit

“Ibu, tanda apa yang berada di tangan Aman?” Hasan bertanya pada Bu Kaslan, ketika dia bermain bersama saudara bayinya. “Itu adalah sebuah tahi lalat,” dia menjawab. “Mengapa ia mempunyai sebuah tahi lalat dan aku tidak?” Hasan bertanya, bingung. “Baik, Hasan, tidak semua orang mempunyai tahi lalat. Saudaramu adalah pembawaan sejak lahir. seperti itu tanda boleh juga nampak pada badan beberapa anak-anak setelah kelahiran mereka,” terang ibunya.

“Apa penyebab tanda ini?” Hasan bertanya lagi. “Aku tidak tau, nak,” Bu Kaslan menjawab. Mereka juga tidak mengetahui tentang cara untuk mencegah munculnya tanda pada kulit. Banyak orang-orang percaya bahwa tahi lalat disebabkan oleh beberapa pengalaman menakutkan ibu sebelum kelahiran anak. Bagaimanapun, para ilmuwan sudah membuktikan bahwa ini tidak benar.

Hampir semua dari kita mempunyai sebuah tahi lalat atau tahi lalat di suatu tempat pada badan. Tahi lalat dapat nampak pada hampir di bagian manapun dari kulit, mencakup kulit kepala. Tanda mungkin punya bentuk berbeda, tergantung pada lapisan kulit di mana mereka ditemukan. Tahi lalat pada umumnya berkembang sebelum atau setelah kelahiran. Di dalam kasus tertentu mereka tidak muncul sampai anak-anak berusia empat belas atau lima belas tahun. Seperti itu tanda tidak menyebabkan sakit apapun atau penyakit.

Beberapa Tahi lalat nampak keungu-unguan atau kemerah-merahan pada kulit. Ini benar-benar suatu pembentukan pembuluh darah yang tidak biasa. Mereka boleh lenyap tanpa perawatan.

Penjajahan Barat Atas Dunia Islam Dan Perjuangan Kemerdekaan Negara-Negara Islam

Periode modern dalam sejarah Islam bermula dari tahun 1800 M dan berlangsung sampai sekarang. Di awal periode ini kondisi dunia Islam secara politis berada di bawah penetrasi kolonialisme. Baru pada pertengahan abad ke-20 M, dunia Islam bangkit memerdekakan negerinya dari penjajah Barat.

Periode ini memang merupakan zaman kebangkitan kembali Islam, setelah mengalami kemunduran di periode pertengahan. Pada periode ini mulai bermunculan pemikiran pembaharuan dalam Islam. Gerakan pembaharuan itu paling tidak muncul karena dua hal. Pertama, timbulnya kesadaran di kalangan ulama bahwa banyak ajaran-ajaran “asing” yang masuk dan diterima sebagai ajaran Islam. Ajaran-ajaran itu bertentangan dengan semangat ajaran Islam yang sebenarnya, seperti bid’ah, khurafat dan takhayul. Ajaran-ajaran inilah, menurut mereka yang membawa Islam menjadi mundur. Oleh karena itu, mereka bangkit untuk membersihkan Islam dari ajaran atau paham seperti itu. Gerakan ini dikenal sebagai gerakan reformasi. Kedua, pada periode ini Barat mendominasi dunia di bidang politik dan peradaban. Persentuhan dengan barat menyadarkan tokoh-tokoh Islam akan ketinggalan mereka. Karena itu, mereka berusaha bangkit dengan mencontoh Barat dalam masalah-masalah politik dan peradaban untuk menciptakan balance of power.

Sebagaimana telah disebutkan, ketika tiga kerajaan besar Islam sedang mengalami kemunduran di abad ke-18 M, Eropa Barat mengalami kemajuan dengan pesat. Kerajaan Safawi hancur di awal abad ke-18 M dan Kerajaan Mughal hancur pada awal paro kedua abad ke-19 M di tangan Inggris, kekuatan Islam terakhir yang masih disegani oleh lawan adalah Kerajaan Usmani di Turki. Akan tetapi, yang terakhir ini pun terus mengalami kemunduran demi kemunduran, sehingga ia dijuluki sebagai The Sick Man of Europe, orang sakit dari Eropa. Kelemahan kerajaan-kerajaan Islam itu menyebabkan Eropa dapat mencaplok, menduduki dan menjajah negeri-negeri Islam dengan mudah.

A.           RENAISANS DI EROPA
Pada awal kebangkitannya, Eropa menghadapi tantangan yang sangat berat. Di hadapannya masih terdapat kekuatan-kekuatan perang Islam yang sulit dikalahkan, terutama Kerajaan Usmani yang berpusat di Turki. Tidak ada jalan lain, mereka harus menembus lautan yang sebelumnya hanya dipandang sebagai dinding yang membatasi gerak mereka. Mereka melakukan berbagai penelitian tentang rahasia alam, berusaha menaklukkan lautan, dan menjelajahi benua yang sebelumnya masih diliputi kegelapan. Setelah Christoper Colombus menemukan Benua Amerika (1492 M) dan Vasco da Gama menemukan jalan ke Timur melalui Tanjung Harapan (1498 M), benua Amerika dan kepulauan Hindia segera jatuh ke bawah kekuasaan Eropa. Dua penemuan itu, sungguh tak terkirakan nilainya, Eropa menjadi maju dalam dunia perdagangan, karena tidak tergantung lagi kepada jalur lama yang dikuasai umat Islam. L. Stoddard menggambarkan, dengan sekejap mata dinding laut itu berubah menjadi jalan raya dan Eropa yang semula terpojok segera menjadi yang dipertuankan di laut dan dengan demikian, yang dipertuan di dunia. Terjadilah perputaran nasib yang maha hebat dalam sejarah seluruh umat manusia.

Perekonomian bangsa-bangsa Eropa pun semakin maju karena daerah-daerah baru terbuka baginya. Mereka dapat memperoleh kekayaan yang tak berhingga untuk meningkatkan kesejahteraan negerinya. Tak lama setelah itu, mulailah kemajuan Barat melampaui kemajuan Islam yang sejak lama mengalami kemunduran. Kemajuan Barat itu dipercepat oleh penemuan dan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Penemuan mesin uap memantapkan kemajuan mereka. Teknologi perkapalan dan militer berkembang dengan pesat. Dengan demikian sebagaimana telah disebutkan dalam bab sebelum ini, Eropa menjadi penguasa lautan dan bebas melakukan kegiatan ekonomi dan perdagangan dari dan ke seluruh dunia, tanpa mendapat hambatan berarti dari lawan-lawan mereka. Bahkan, satu demi satu negeri Islam jatuh ke bawah kekuasaannya sebagai negeri jajahan.

Negeri-negeri Islam yang pertama kali jatuh ke bawah kekuasaan Eropa adalah negeri-negeri yang jauh dari pusat kekuasaan Kerajaan Usmani, karena kerajaan ini meskipun terus mengalami kemunduran, ia masih disegani dan dipandang masih cukup kuat untuk berhadapan dengan kekuatan militer Eropa waktu itu. Negeri-negeri Islam yang pertama dapat dikuasai Barat itu adalah negeri-negeri Islam di Asia Tenggara dan di Anak Benua India. Sementara, negeri-negeri Islam di Timur Tengah yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani, baru diduduki Eropa pada masa berikutnya.

B.            PENJAJAHAN BARAT TERHADAP DUNIA ISLAM DI ANAK BENUA INDIA DAN ASIA TENGGARA
India ketika berada pada masa kemajuan pemerintahan kerajaan Mughal adalah negeri yang kaya dengan hasil pertanian. Hal itu mengundang Eropa yang sedang mengalami kemajuan untuk berdagang ke sana. Di awal abad ke-17, Inggris dan Belanda mulai menginjakkan kaki di India. Pada tahun 1611 M. Inggris mendapat izin menanamkan modal, dan pada tahun 1617 M Belanda mendapatkan izin yang sama.

Kongsi dagang Inggris, Britis East India Company (BEIC), mulai berusaha menguasai wilayah India bagian timur ketika ia merasa cukup kuat. Penguasa-penguasa setempat mencoba mempertahankan kekuasaan dan berperang melawan Inggris tahun 1761 M. Namun, mereka tidak berhasil mengalahkan Inggris. Akibatnya, daerah-daerah Oudh, Bengal dan Orisha jatuh ke tangan Inggris. Pada tahun 1803 M, Delhi, ibukota kerajaan Mughal juga berada di bawah bayang-bayang kekuasaan Inggris, karena bantuan yang diberikan Inggris kepada raja ketika mengalahkan aliansi Sikh-Hindu berusaha menguasai kerajaan. Mulai saat itulah Inggris leluasa mengembangkan sayap kekuasaannya di anak benua India dan sekitarnya. Pada tahun 1842 M, Keamiran Muslim Sind di India dikuasainya. Tahun 1857 M kerajaan Mughal bahkan dikuasai penuh dan setahun kemudian rajanya yang terakhir dipaksa meninggalkan istana. Sejak itu, India berada di bawah kekuasaan Inggris yang menegakkan pemerintahannya di sana. Pada tahun 1879 M, Inggris berusaha menguasai Afghanistan dan Kesultanan Muslim Baluchistan dimasukkan di bawah kekuasaan India-Inggris, tahun 1899 M.

Asia Tenggara, negeri tempat Islam baru mulai berkembang, yang merupakan daerah rempah-rempah terkenal pada masa itu, justru menjadi ajang perebutan negara-negara Eropa. Kekuatan Eropa malah lebih awal menancapkan kekuasaannya di negeri ini. Hal itu mungkin karena, dibandingkan dengan Mughal, kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara lebih lemah sehingga dengan mudah dapat ditaklukkan.

Kerajaan Islam Malaka yang berdiri pada awal abad ke-15 M di Semenanjung Malaya yang strategis dan merupakan kerajaan Islam kedua di Asia Tenggara setelah Samudera Pasai, ditaklukkan Portugis tahun 1511 M. Sejak itu, peperangan-peperangan antara Portugis melawan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia seringkali berkobar. Pedagang-pedagang Portugis terutama berupaya menguasai Maluku yang sangat kaya akan rempah-rempah. Penjajahan Portugis yang terlama di Nusantara adalah di Timor Timur.

Pada tahun 1521 M, Spanyol datang ke Maluku dengan tujuan dagang. Spanyol berhasil menguasai Filipina, termasuk di dalamnya beberapa kerajaan Islam, seperti Kesultanan Maguindanao, Kesultanan Buayan dan Kesultanan Sulu.

Akhir abad ke-16 M, giliran Belanda, Inggris, Denmark dan Prancis yang datang ke Asia Tenggara. Akan tetapi, dua negara yang disebut terakhir tidak berhasil menjajah negeri di Asia Tenggara dan hanya datang untuk berdagang. Belanda datang tahun 1595 M dan dengan segera dapat memonopoli perdagangan di kepulauan Nusantara. Kongsi dagangnya VOC, segera pula memainkan peran politik. Tentu saja, kehadirannya ditantang oleh penduduk setempat. Oleh karena itu, seringkali terjadi peperangan antara Belanda dengan penduduk, walaupun akhirnya peperangan itu dimenangkan oleh Belanda. Yang terbesar di antaranya adalah Perang Aceh, Perang Paderi di Minangkabau dan Perang Diponegoro di Jawa. Sementara itu, setelah Inggris datang ke Asia Tenggara, ia segera menjadi kekuatan yang cukup dominan, menyaingi kekuatan Belanda. Kekuatan  Inggris tertancap di Semenanjung Malaya, termasuk Brunei. Inggris bahkan juga sempat menguasai seluruh Indonesia untuk jangka waktu yang tidak terlalu lama di awal abad ke-19 M.

Sebagaimana di India, di Asia Tenggara kekuasaan politik negara-negara Eropa itu berlanjut terus sampai pertengahan abad ke-20 M, ketika negeri-negeri jajahan tersebut memerdekakan diri dari kekuasaan asing.

C.            KEMUNDURAN KERAJAAN USMANI DAN EKSPANSI BARAT KE TIMUR TENGAH
Kemajuan-kemajuan Eropa dalam teknologi militer dan industri perang membuat Kerajaan Usmani menjadi kecil di hadapan Eropa. Akan tetapi, nama besar Turki Usmani masih membuat Eropa Barat segan untuk menyerang atau mengalahkan wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Islam ini, termasuk daerah-daerah yang berada di Eropa Timur. Namun, kekalahan besar Kerajaan Usmani dalam menghadapi serangan Eropa di Wina tahun 1683 M membuka mata Barat bahwa Kerajaan Usmani telah mundur jauh sekali. Sejak itulah Kerajaan Usmani berulangkali mendapat serangan-serangan besar dari Barat.

Sejak kekalahan dalam pertempuran Wina itu, Kerajaan Usmani juga menyadari akan kemundurannya dan kemajuan Barat. Usaha-usaha pembaharuan mulai dilaksanakan dengan mengirim duta-duta ke negara-negara Eropa, terutama Prancis, untuk mempelajari suasana kemajuan di sana dari dekat. Celebi Mehmed diutus ke Paris tahun 1720 M dan diinstruksikan untuk mengunjungi pabrik-pabrik, benteng-benteng pertahanan, dan institusi-institusi lainnya. Ia kemudian memberi laporan tentang kemajuan teknik, organisasi angkatan perang modern dan kemajuan lembaga-lembaga sosial lainnya. Laporan-laporan itu mendorong Sultan Ahmad III (1703-1730 M) untuk memulai pembaharuan di kerajaannya. Pada masa kekuasaannya didatangkan ahli-ahli militer dari Eropa untuk tujuan pembaharuan militer dalam Kerajaan Usmani. Pada tahun 1717 M, seorang perwira Prancis, De Rochefort, datang ke Istambul dalam rangka membentuk korp artileri dan melatih tentara dalam ilmu-ilmu kemiliteran modern. Pada tahun 1729 M, datang lagi Comte de Bonneval, juga dari Prancis, untuk memberi latihan penggunaan meriam modern. Ia dibantu oleh Macarthy dari Irlandia, Ramsay dari Skotlandia dan Mornai dari Prancis. Pada tahun 1734 M, untuk pertama kalinya Sekolah Teknik Militer dibuka. Usaha pembaruan ini tidak terbatas dalam bidang militer. Dalam bidang-bidang yang lain pembaruan juga dilaksanakan, seperti percetakan Istambul tahun 1727 M, untuk kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan. Demikian juga, gerakan penerjemahan buku-buku Eropa ke dalam Bahasa Turki.

Meskipun demikian, usaha-usaha pembaharuan itu bukan saja gagal menahan kemunduran Kerajaan Turki Usmani yang terus mengalami kemerosotan, tetapi juga tidak membawa hasil yang diharapkan. Penyebab kegagalan itu terutama adalah kelemahan raja-raja Usmani karena wewenangnya sudah jauh menurun. Di samping itu, keuangan negara yang terus mengalami kebangkrutan sehingga tidak mampu menunjang usaha pembaruan. Faktor terpenting lainnya yang membawa kegagalan itu adalah karena ulama dan tentara Yenissari yang sejak abad ke-17 M menguasai suasana politik Kerajaan Usmani serta menolak usaha pembaruan itu. Dengan demikian, Kerajaan Usmani terus saja mendekati jurang kehancurannya, sementara Barat yang menjadi ancaman baginya semakin besar.

Usaha pembaruan Turki Usmani baru mengalami kemajuan setelah penghalang pembaruan utama, yaiu tentara Yenissari dibubarkan oleh Sultan Mahmud II (1807-1839 M) pada tahun 1826 M. Struktur kekuasaan kerajaan dirombak, lembaga-lembaga pendidikan modern  didirikan, buku-buku barat diterjemahkan  ke dalam Bahasa Turki, siswa-siswa berbakat dikirim ke Eropa untuk belajar, dan yang terpenting sekali adalah sekolah-sekolah yang berhubungan dengan kemiliteran didirikan. Bidang militer inilah yang utama dan pertama mendapat perhatian. Akan tetapi, meski banyak mendatangkan kemajuan, hasil gerakan pembaruan tetap tidak berhasil menghentikan gerak maju Barat ke dunia Islam di abad ke-19 M. selama abad ke-18 M Barat menyerang ujung garis medan pertempuran Islam di Eropa Timur, wilayah kekuasaan Kerajaan Usmani. Akhir dari serangan-serangan itu adalah ditandatanganinya Perjanjian Stefano (Maret, 1878 M) dan Perjanjian Berlin (Juni-Juli, 1878 M), antara Kerajaan Usmani dengan Rusia. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Turki di Eropa. Sementara kebanyakan daerah berpenduduk mayoritas Muslim di Timur Tengah pada abad berikutnya mulai diduduki bangsa Eropa.

Di samping itu, gerakan pembaruan justru mengancam kekuasaan para sultan yang absolut, karena para pejuang Turki melihat bahwa kelemahan Turki terletak pada keabsolutan Sultan itu. Mereka ingin membatasi kekuasaan Sultan dengan membentuk konstitusi, sehingga lahir gerakan tanzimat, Usmani Muda, Turki Muda dan Partai Persatuan dan Kemajuan (Ittihad ve Terreki).

Ketika Perang Dunia I meletus, Turki bergabung dengan Jerman yang kemudian mengalami kekalahan. Akibatnya, kekuasaan kerajaan Turki Usmani semakin ambruk. Partai Persatuan dan Kemajuan memberontak kepada Sultan dan dapat menghapuskan kekhalifahan Usmani, kemudian membentuk Turki modern pada tahun 1924 M. Dengan demikian, kesatuan politik dalam negeri Kerajaan Usmani sejak bergeloranya gerakan pembaruan justru tidak stabil, terutama karena para sultan tidak mampu mengakomodasi pemikiran yang berkembang di kalangan pemimpin bangsanya. Terkecuali itu, peperangan-peperagan melawan Barat di Eropa Timur terus berkecamuk, memakan dan menguras tenaga, berakhir dengan kekalahan  di pihak Turki.

Di pihak lain, satu demi satu daerah-daerah di Asia dan Afrika yang sebelumnya dikuasai Turki Usmani, melepaskan diri dari Konstantinopel. Dari sekian banyak faktor yang menyebabkan kemunduran Turki Usmani itu, yang tak kalah pentingnya adalah timbulnya perasaan nasionalisme pada bangsa-bangsa yang berada di bawah kekuasaannya. Bangsa Armenia dan Yunani yang beragama Kristen berpaling ke Barat, memohon bantuan Barat untuk kemerdekaan tanah airnya. Bangsa Kurdi di pegunungan dan Arab di padang pasir dan lembah-lembah juga bangkit untuk melepaskan diri dari cengkeraman penguasa Turki Usmani.

Demikianlah, keadaan dunia Islam pada abad ke-19 M, sementara Eropa sudah jauh meninggalkannya. Eropa dipersenjatai dengan ilmu modern dan penemuan yang membuka rahasia alam. Satu demi satu negeri-negeri Islam yang sedang rapuh itu jatuh ke tangan Barat. Dalam waktu yang tidak lama, kerajaan-kerajaan besar Eropa sudah membagi-bagi seluruh dunia Islam. Inggris merebut India dan Mesir. Rusia menyeberagi Kaukasus dan menguasai Asia Tengah. Prancis menaklukkan Afrika Utara dan bangsa-bangsa Eropa lainnya mendapat bagian dari warisan Islam itu.

Ketika terjadi Perang Dunia I (1915), Turki Usmani berada di pihak yang kalah. Sampai tahun 1919 M, Turki diserbu tentara Sekutu. Sejak itu, kebesaran Turki Usmani benar-benar tenggelam, bahkan tidak lama kemudian, kekhalifahannya dihapuskan (1924 M). Semua daerah kekuasaannya yang luas, baik di Asia maupun Afrika diambil oleh Negara-negara Eropa yang menang perang. Perang Dunia itu merupakan babak akhir proses penaklukan Barat terhadap negeri-negeri Islam. Sejak itu, seakan-akan tidak ada lagi kerajaan Islam yang betul-betul merdeka.

Penetrasi Barat ke pusat dunia Islam di Timur Tengah pertama-tama dilakukan oleh dua bangsa Eropa terkemuka, Inggris dan Prancis, yang memang sedang bersaing. Inggris terlebih dahulu menanamkan pengaruhnya di India. Prancis merasa perlu memutuskan hubungan komunikasi antara Inggris di Barat dan India di Timur. Oleh karena itu, pintu gerbang ke India, yaitu Mesir, harus berada di bawah kekuasaannya. Untuk maksud tersebut, Mesir dapat ditaklukkan Prancis tahun 1798 M.

Alasan lain Prancis menaklukkan Mesir adalah untuk memasarkan hasil-hasil industrinya. Mesir, di samping mudah dicapai dari Prancis juga dapat menjadi sentral aktivitas untuk mendistribusikan barang-barang ke Turki, Syria, Hijaz, begitu pula ke Timur Jauh. Di balik itu, Napoleon Bonaparte sendiri, sebagai Panglima Ekspedisi Prancis mempunyai keinginan untuk mengikuti jejak Alexander the Great dari Macedonia, yang jauh di masa lalu pernah menguasai Eropa dan Asia sampai ke India. Akan tetapi, kondisi politik Prancis menghendaki Napoleon meninggalkan Mesir tahun 1799 M. Di Mesir, Jendral Kleber menggantikan kedudukan Napoleon. Dalam suatu pertempuran laut antara Inggris dan Prancis Jendral Kleber kalah. Jendral Kleber dan Ekspedisinya meninggalkan Mesir 31 Agustus 1801 M, dan di Mesir terjadi kekosongan kekuasaan.

Kekosongan itu dimanfaatkan oleh seorang perwira Turki, Muhammad Ali (1769-1849 M) yang didukung oleh rakyat berhasil mengambil dan mendirikan dinastinya. Dimulai oleh Muhammad Ali, Mesir sempat menegakkan kedaulatan dan melakukan beberapa pembaruan, tetapi pada tahun 1882 M, Negeri ini ditaklukkan oleh Inggris. Persaingan antara Inggris dan Prancis di Timur Tengah memang sudah lama dan terus berlangsung. Persaingan ini terlihat dari penaklukkan wilayah Islam di Timur Tengah dan Afrika yang luas itu sebagai berikut :
1820                Oman dan Qatar berada di bawah protektorat Inggris.
1830-1857       Penaklukkan Aljazair oleh Prancis.
1839                Aden dikuasai Inggris.
1881-1883       Tunisia diserbu Prancis.
1882                Mesir diduduki Inggris.
1898                Sudan ditaklukkan Inggris.
1900                Chad diserbu Prancis.
Pada abad ke-20 M, Italia dan Spanyol ikut bersama Inggris dan Prancis memperebutkan wilayah-wilayah di Afrika.
1906                Kesultanan Muslim di Nigeria utara menjadi protektorat Inggris.
1912-1913       Kesultanan Tripoli dan Cyrenaica diserbu Italia.
1912                Marokko diserbu Prancis dan Spanyol.
1912-1915       Marokko melawan Spanyol.
1914                Kuwait di bawah protektorat Inggris.
1919-1926       Marokko berjuang melawan Prancis.
1919-1920       Marokko berjuang melawan Spanyol.
1919-1921       Sisilia wilayah Turki diduduki Prancis.
1920                Irak menjadi protektorat Inggris.
1920                Syiria dan Libanon di bawah mandat Prancis.
1925-1927       Pemberontakan Druze melawan Prancis di Syria.
1926-1927       Perebutan seluruh Somalia oleh Italia.

Sementara itu, Rusia menggerogoti wilayah-wilayah Muslim di Asia Tengah, terutama setelah ia berhasil mengalahkan Turki Usmani yang berakhir dengan Perjanjian San Stefano dan Perjanjian Berlin. Satu persatu pula negeri-negeri muslim jatuh ke tangan Rusia, seperti tergambar dalam daftar berikut :
1834-1859       Pencaplokkan Kuakasia oleh Rusia.
1837-1847       Perlawanan di Asia Tengah terhadap Rusia.
1853-1865       Serbuan pertama Rusia ke Khoakand dan jatuhnya Tashkent.
1866-1872       Daerah-daerah sekitar Samarkand dan Bukhara ditaklukkan Rusia.
1873-1887       Uzbekistan ditaklukkan Rusia.
1941-1946       Pendudukan Anglo-Rusia di Iran.

Faktor utama yang menarik kehadiran kekuatan-kekuatan Eropa ke negeri-negeri muslim adalah ekonomi dan politik. Kemajuan Eropa dalam bidang industri menyebabkannya membutuhkan bahan-bahan baku, di samping rempah-rempah. Mereka juga membutuhkan negeri-negeri tempat mereka dapat memasarkan hasil industri mereka itu. Untuk menunjang perekonomian tersebut, kekuatan politik diperlukan sekali. Akan tetapi, persoalan agama seringkali terlibat dalam proses politik penjajahan barat atas negeri-negeri Islam ini. Trauma perang Salib agaknya masih membekas pada sebagian orang Barat, terutama Portugis dan Spanyol, karena dua negara ini untuk jangka waktu berabad-abad berada di bawah kekuasaan Islam.

D.           BANGKITNYA NASIONALISME DI DUNIA ISLAM DAN TUMBUHNYA GERAKAN PARTAI YANG MEMPERJUANGKAN KEMERDEKAAN NEGARANYA
Sebagaimana telah disebutkan, benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam bahwa, mereka memang jauh tertinggal dari Eropa. Yang pertama merasakan hal itu di antaranya Turki Usmani, karena kerajaan ini yang pertama dan utama menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk banyak belajar dari Eropa.

Usaha yang memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya (yang dikenal dengan gerakan pembaharuan) didorong oleh dua faktor yang saling mendukung, pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam itu dan menimba gagagsan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Yang pertama seperti gerakan Wahhabiyah yang dipelopori oleh Muhammad ibn Abd al-Wahhab (1703-1787 M) di Arabia, Syah Waliyullah (1703-1762 M) di India, dan Gerakan Sanusiyyah di Afrika Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi dari Aljazair. Sedangkan yang kedua, tercermin dalam pengiriman para pelajar Muslim oleh penguasa Turki Usmani dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk menimba ilmu pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa Islam. Pelajar-pelajar muslim asal India juga banyak yang menuntut ilmu ke Inggris.

Gerakan pembaharuan itu dengan segera juga memasuki dunia politik, karena Islam memang tidak bisa dipisahkan dengan politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul adalah gagasan Pan-Islamisme (persatuan Islam sedunia) yang mula-mula didengungkan oleh gerakan Wahhabiyah dan Sanusiyah. Namun, gagasan ini baru disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897 M).

Menurut L. Stoddart, Al-Afghanilah orang pertama yang menyadari sepenuhnya akan dominasi Barat dan bahayanya. Oleh karena itu, dia mengabdikan dirinya untuk memperingatkan dunia Islam akan hal itu dan melakukan usaha-usaha yang teliti untuk pertahanan. Umat Islam menurutnya harus meninggalkan perselisihan-perselisihan dan berjuang di bawah panji bersama. Akan tetapi, ia juga berusaha membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri Islam. Karena itu, Al-Afghani dikenal sebagai bapak nasionalisme dalam Islam.

Semangat Pan-Islamisme yang bergelora itu mendorong Sultan Kerajaan Turki Usmani Abd Al-Hamid II (1879-1909), untuk mengundang Al-Afghani ke Istambul, ibukota kerajaan. Gagasan ini dengan cepat mendapat sambutan hangat di negeri-negeri Islam. Akan tetapi, semangat demokrasi Al-Afghani tersebut menjadi duri bagi kekuasaan sultan, sehingga Al-Afghani tidak diizinkan berbuat banyak di Istambul. Setelah itu, gagasan Pan-Islamisme dengan cepat redup, terutama setelah Turki Usmani bersama sekutunya, Jerman, kalah dalam Perang Dunia I dan kekhalifahan dihapuskan oleh Mustafa Kemal, tokoh yang justru mendukung gagasan nasionalisme, rasa kesetiaan kepada negara kebangsaan.

Gagasan nasionalisme yang berasal dari Barat itu masuk ke negeri-negeri Muslim melalui persentuhan umat Islam dengan Barat yang menjajah mereka dan dipercepat oleh banyaknya pelajar muslim yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga-lembaga pendidikan “Barat” yang didirikan di negeri mereka. Gagasan kebangsaan ini pada mulanya banyak mendapat tantangan dari pemuka-pemuka Islam karena dipandang tidak sejalan dengan semangat ukhuwah Islamiah. Akan tetapi, ia berkembang cepat setelah gagasan Pan-Islamisme redup.

Di Mesir, benih-benih gagasan nasionalisme tumbuh sejak masa Al-Tahtawi (1801-1873) dan Jamaluddin Al-Afghani. Tokoh pergerakan terkenal yang memperjuangkan gagasan ini di Mesir adalah Ahmad Urabi Pasha.

Kalau di Mesir bangkit nasionalisme Mesir, di bagian negeri Arab lainnya lahir gagasan nasionalisme Arab yang segera menyebar dan mendapat sambutan hangat, sehingga nasionalisme itu terbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Demikianlah yang terjadi di Mesir, Syria, Libanon, Palestina, Irak, Hijaz, Afrika Utara, Bahrein dan Kuwait. Semangat persatuan Arab itu diperkuat pula oleh usaha Barat ntuk mendirikan negara Yahudi di tengah-tengah bangsa Arab dan di negeri yang dihuni mayoritas Arab. Namun, berbeda dengan negeri-negeri yang menyuarakan aspirasi nasionalnya, bangsa Arab berada di dalam beberapa wilayah kekuasaan, bukan saja karena banyaknya kerajaan tradisional, tetapi juga dan terutama karena wilayahnya yang luas itu “dibagi-bagi” oleh penjajah Barat. Cita-cita mendirikan satu negara Arab menghadapi tantangan yang sangat berat. Paling tidak, untuk mencapai cita-cita itu, mereka harus melalui dua tahap. Pertama, memerdekakan wilayah masing-masing dari kekuasaan dari penjajah. Kedua, berusaha mendirikan negara kesatuan Arab. Pada tanggal 12 Maret 1945, mereka berhasil mendirikan Liga Arab. Tetapi, terbentuknya Liga Arab itu, belum berarti cita-cita utama berdirinya negara Arab bersatu sudah tercapai. Apalagi, ketika itu kekuasaan Barat masih tetap bercokol di sana.

Di India, sebagaimana di Turki dan Mesir, gagasan Pan-Islamisme yang dikenal dengan gerakan khilafat juga mendapat pengikut. Syed Amir Ali (1848-1928 M) adalah salah seorang pelopornya. Namun, gerakan ini segera pudar setelah usaha menghidupkan kembali khilafah yang dihapuskan Mustafa Kemal di Turki tidak mungkin lagi. Yang populer adalah gerakan nasionalisme yang diwakili oleh Partai Kongres Nasional India. Akan tetapi, gagasan nasionalisme itu segera pula ditinggalkan sebagian besar tokoh-tokoh Islam karena di dalamnya kaum Muslimin yang minoritas tertekan oleh kelompok Hindu yang mayoritas. Persatuan antara dua komunitas Hindu dan Islam sulit diwujudkan. Oleh karena itu umat Islam di anak benua India ini tidak menganut nasionalisme tetapi islamisme, yang dalam masyarakat India dikenal dengan komunalisme. Gagasan Komunalisme Islam ini disuarakan oleh Liga Muslimin yang merupakan saingan bagi Partai Kongres Nasional, dukungan mayoritas penganut agama ada sebelum Liga Muslimin berdiri, dilontarkan oleh Sayyid Ahmad Khan (1817-1898 M), kemudian mengkristal pada masa Iqbal (1876-1938 M) dan Muhammad Ali Jinnah (1876-1948 M).

Partai politik besar yang menentang penjajahan di Indonesia adalah Sarekat Islam (SI), didirikan tahun 1912 di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto, partai ini merupakan kelanjutan dari Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi tahun 1911. Tak lama kemudian partai-partai politik lainnya berdiri seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan oleh Sukarno (1927), Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-baru) didirikan oleh Mohammad Hatta (1931), Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) yang menjadi partai politik tahun 1932 dipelopori oleh Mukhtar Luthfi.

Gagasan-gagasan nasionalisme dan gerakan-gerakan untuk membebaskan diri dari kekuasaan penjajah Barat yang kafir juga bangkit di negeri-negeri Islam lainnya.

E.            KEMERDEKAAN NEGARA-NEGARA ISLAM DARI PENJAJAHAN
Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka yang bebas dari pengaruh politik Barat. Dalam kenyataan, memang partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari kekuasaan penjajah. Perjuangan mereka terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan, seperti (1) gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata, dan (2) pendidikan serta propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan mengisi kemerdekaan.

Negara berpenduduk mayoritas Muslim yang pertama kali berhasil memproklamasikan kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia merdeka dari pendudukan Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh Tentara Sekutu. Akan tetapi rakyat Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya itu dengan perjuangan bersenjata selama lima tahun berturut-turut, karena Belanda yang didukung oleh Tentara Sekutu berusaha menguasai kembali kepulauan ini.

Negara Islam kedua yang merdeka dari penjajahan adalah Pakistan, yaitu pada tanggal 15 Agustus 1947, ketika Inggris menyerahkan kedaulatannya di India kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk India dan satu untuk Pakistan (waktu itu terdiri dari Pakistan dan Bangladesh sekarang). Presiden pertamanya adalah Ali Jinnah.

Di Timur Tengah, Mesir secara resmi memperoleh kemerdekaan tahun 1922 dari Inggris, tapi dalam pemerintahan Raja Faruk pengaruh Inggris sangat besar. Baru pada masa pemerintahan Jamal Abd Al-Nasser yang menggulingkan Raja Faruk 23 Juli 1952, Mesir menganggap dirinya benar-benar merdeka.

Sama dengan Mesir, Irak merdeka secara formal tahun 1932, tapi rakyatnya baru merasakan benar-benar merdeka pada tahun 1958. Sebelum itu negara-negara sekitar Irak telah mengumumkan kemerdekaannya seperti Syria, Jordania dan Libanon tahun 1946.

Di Afrika, Lybia merdeka tahun 1951 M,  Sudan dan Maroko tahun 1956 M, Aljazair tahun 1962. Semuanya membebaskan diri dari Prancis. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Yaman Utara, Yaman selatan dan Emirat Arab memperoleh kemerdekaannya pula.

Di Asia tenggara, Malaysia, yang waktu itu termasuk Singapura, mendapat kemerdekaan dari Inggris tahun 1957, dan Brunai Darussalam tahun 1984 M.

Demikianlah, satu persatu negeri-negeri Islam memerdekakan diri dari penjajahan. Bahkan, beberapa di antaranya baru mendapat kemerdekaan pada tahun-tahun terakhir, seperti negara-negara Islam yang dulunya bersatu dalam Uni Soviet, yaitu Uzbekistan, Turkmenia, Kirghistan, Kazakhtan, Tasjikistan dan Azerbaijan pada tahun 1992 dan Bosnia memerdekakan diri dari Yugoslavia juga pada tahun 1992.

Namun, sampai saat ini masih ada umat Islam yang berharap mendapatkan otonomi sendiri, atau paling tidak menjadi penguasa atas masyarakat mereka sendiri. Mereka itu adalah penduduk minoritas muslim negara-negara nasional, Kasymir di India, Moro di Filipina, dan sebagainya. Meski mereka hidup dalam negara merdeka, namun status sebagai minoritas seringkali menyulitkan mereka dalam meningkatkan kesejahteraan hidup.

Minggu, 30 Oktober 2011

Islam Dan Sasaran Pendekatan Studi Agama

a.             Pengertian Studi Islam
Studi Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari bahasa Arab Dirasah Islamiyah. Dalam kajian Islam di Barat studi Islam disebut Islamic Studies. Dengan demikian, studi Islam secara harfiyah adalah kajian tentanghal-hal yang berkaitan dengan keislaman.

Dalam wacana studi Islam, Islam secara harfiyah berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Dari kata salima diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri. Dengan demikian, arti pokok Islam adalah ketundukan, keselamatan dan kedamaian.

Berpijak pada arti Islam di atas, maka studi Islam diarahkan pada kajian keislaman yang mengarah pada tiga hal :

Pertama, Islam yang bermuara pada ketundukan atau berserah diri. Sikap berserah diri kepada Tuhan itu secara inheren mengandung konsekuensi, yaitu pengakuan yang tulus bahwa Tuhan satu-satunya sumber otoritas yang serba mutlak. Kedua, Islam dapat dimaknai yang mengarah pada keselamatan dunia dan akhirat, sebab ajaran Islam pada hakikatnya membimbing manusia untuk  berbuat kebajikan dan menjauhi semua larangan. Ketiga, Islam bermuara pada kedamaian. Makhluk hidup diciptakan dari satu sumber (QS. Al-Anbiya': 22). Manusia merupakan salah satu unsur yang hidup itu juga diciptakan dari satu sumber, yakni thin melalui seorang ayah dan seorang ibu, sehingga manusia harus berdampingan dan harmonis dengan manusia yang lain, berdampingan dengan makhluk hidup lain, bahkan berdampingan dengan alam raya.

Dari arti di atas, studi Islam mencerminkan gagasan tentang pemikiran dan praksis yang bernuansa pada ketundukan pada Tuhan, selamat di dunia-akhirat dan berdamai dengan makhluk lain.

b.             Aspek Sasaran Studi Islam
Antara agama dan ilmu pengetahuan masih dirasakan adanya hubungan yang belum serasi. Jaringan komunikasi ilmiah dianggap belum menjangkauagama. Dalam bidang agama terdapat sikap dogmatis, sedang dalam bidang ilmiah terdapat sikap sebaliknya, yakni sikap rasional dan terbuka. Antara agama dan ilmu pengetahuan memang terdapat unsur-unsur yang saling bertentangan. Dari unsur perbedaan itu sulit untuk dipertemukan.

Studi Islam sebagai kajian tidak lepas dari keduanya. Antara apek sasaran keagamaan dan keilmuan sama-sama dibutuhkan dalam diskursus ini. Oleh karena itu, aspek sasaran Studi Islam meliputi dua hal tersebut, yaitu aspek sasaran keagamaan dan aspek sasaran keilmuan.

1.             Aspek sasaran keagamaan
IAIN sebagai lembaga keagamaan, menuntut para pengelola dan civitas akademiknya untuk lebih menonjolkan sikap pemihakan, idealitas, bahkan seringkali diwarnai pembelaan yang bercorak apologis. Dari aspek sasaran ini, wacana keagamaan dapat ditransformasikan secara baik dan menjadikan landasan kehidupan dalam berperilaku tanpa melepaskan kerangka normatif. Pertama, Islam sebagai dogma juga merupakan pengalaman universal dari kemanusiaan. Kedua, Islam tidak hanya terbatas pada kehidupan setelah mati, tetapi orientasi utama adalah dunia sekarang.

2.             Aspek sasaran keilmuan
Studi keilmuan memerlukan pendekatan yang kritis, analitis, metodologis, empiris dan historis. Oleh karena itu, konteks ilmu harus mencerminkan ketidakberpihakan pada satu agama, tetapi lebih mengarah pada kajian yang bersifat obyektif. Dengan demikian, studi Islam sebagai aspek sasaran keilmuan membutuhkan berbagai pendekatan.

Dalam studi Islam, kerangka pemikiran ilmiah di atasditarik dalam konteks keislaman. Pengkajian terhadap Islam yang bernuansa ilmiah tidak hanya terbatas pada aspek-aspek yang normative dan dogmatis, tetapi juga pengkajian yang menyangkut aspek sosiologis dan empiris. Pengkajian Islam ini dapat dilakukan secara paripurna dengan pengujian secara terus menerus atas fakta-fakta empiric dalam masyarakat yang dinilai sebagai kebenaran nisbi dengan mempertemukan pada nilai agama yang bersumber dari wahyu sebagai kebenaran absolute. Dengan demikian, kajian keislaman yang bernuansa ilmiah meliputi aspek kepercayaan normative-dogmatif yang bersumber dari wahyu dan aspek perilaku manusia yang lahir dari dorongan kepercayaan.

Pemahaman Agama Melalui Pendekatan Teologis
Sebagaiman halnya Filsafat Agama, Teologi pun sukar didefinisikan dengan definisi yang diterima oleh segala pihak. Lebih-lebih kalau mengingat misalnya bahkan kadang-kadang ada justru para ahli berlawanan pahamnya tentang apa yang dinamakan Teologi itu. Disatu pihak ada yang mengatakan Teologi benar-benar berbeda dengan filsafat agama, tetapi justru yang lain memasukkan filsafat agama ke dalam teologi, karena misalnya Encyclopedia of Philosopy yang editornya Paul Edwards, yang menyebutkan bahwa ke dalam Teologi itu masuk sejarah filsafat agama dan problematika filsafat agama. Tetapi sebaiknya dilihat juga percobaan satu dua orang untuk memberi gambaran tentang Teologi ini seperti yang terdapat dalam dictionary, encyclopedia maupun buku Teologi.

Virgilius Ferm mengatakan bahwa Teologi berasal dari bahasa Yunani theos yang berarti Tuhan, dan logos yang berarti studi. Kalau secara sederhana Teologi berarti studi masalah-masalah Tuhan dan kaitan Tuhan dengan dunia realitas. Dalam pengertian yang lebih luas berarti suatu cabang Filsafat, yaitu cabang Filsafat yang merupakan lapangan khusus atau bidang penelitian Filsafat yang khusus berkenaan dengan masalah Tuhan. Tetapi secara luas dipergunakan dalam arti Theoritical expression of a particular religion, ekspresi teoritis tentang suatu agama tertentu. Dalam pemahamannya kemudian ada Teologi Kristen, Yahudi, Prebisterian, Reformasi dan sebagainya. Kalau dipergunakan dalam yang demikian itu, teologi lalu merupakan fase-fase diskusi teoritis tentang kepercayaan agama tertentu yang bersifat historic, sistematik, polemic, apologetik dan sebagainya. Teologi tidak perlu merefensi pada agama, ia mungkin merupakan diskusi teoritis murni tentang Tuhan dan hubungan-Nya dengan dunia atas dasar penelitian yang bebas yang tidak mempunyai interest atau kepentingan tertentu.

Pemahaman Agama Melalui Pendekatan Filologi
Tampaknya penelitian agama memang tidak dapat dipisahkan dari aspek bahasa, karena manusia adalah makhluk berbahasa sedangkan doktrin agama dipahami, dihayati dan disosialisasikan melalui bahasa. Sesungguhnya pengertian bahasa amat luas dan beragam seperti bahasa isyarat, bahasa tanda, bahasa bunyi, bahkan bahasa manusia, bahasa binatang dan bahasa alam. Melalui bahasa manusia dan makhluk-makhluk lain dapat berkomunikasi.

Pembahasan berikut ini mengenai pengertian bahasa yang dipersempit dan diartikan sebagai kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan atau memerintah. Dalam kehidupan sehari-hari kita bisa merasakan perbedaan antara bahasa iklan, bahasa politik, bahasa ilmu pengetahuan maupun bahasa obrolan penuh persahabatan.

Jika kita memahami sebuah wacana hanya dari segi ucapan literalnya, maka kita bukannya disebut orang jujur dan lugu, melainkan orang yang bodoh dan tidak komunikatif sebagai makna sebuah kata ataupun kalimat selalu berkaitan dengan konteks. Hal demikian juga terjadi dalam bahasa agama, karena di dalam bahasa agama banyak digunakan bahasa simbolik dan metaforik, maka kesalahpahaman untuk menangkap pesan dasarnya mudah terjadi. Sekaligus untuk menghindari kesalahpahaman, sebaiknya kita sepakati lebih dahulu apa pengertian bahasa agama serta apa saja cakupan masalahnya. Istilah bahasa agama dalam buku ini menunjuk pada tiga macam bidang kajian dan wacana. Pertama, ungkapan-ungkapan yang digunakan untuk menjelaskan obyek pemikiran yang bersifat metafisi, terutama tentang Tuhan. Kedua, bahasa kitab suci terutama bahasa Al-Qur'an dan Ketiga, bahasa ritual keagamaan.

Pemahaman Agama Melalui Pendekatan Studi Hukum Islam
Dalam pembicaraan tentang hukum Islam yang terdapat dalam literature bahasa Arab adalah "Fikih" dan "Syari'at" atau "Hukum Syara'". Para ahli hukum Islam mendefinisikan fikih adalah ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum syara' yang bersifat operasional (amaliyah) yang dihasilkan dari dalil-dalil yang terperinci. Syari'at atau hukum syara' adalah seperangkat aturan dasar tentang tingkah laku manusia yang ditetapkan secara umum dan dinyatakan langsung oleh Allah dan Rasul-Nya.

Dari definisi di atas istilah "Hukum Islam" didefinisikan seperangkat aturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah rasul tentang tingkah laku manusia yang diakui berlaku dan mengikat untuk semua orang yang terbebani hukum.

Pemahaman Agama Melalui Pendekatan Antroplogis
Pendekatan antropologis dalam studi agama akan membuahkan Antropologi Agama yang dapat dikatakan sebagian dari Antropologi Budaya, bukan Antropologi Sosial, Antropologi Fisis maupun Antropologi Filsafat.

Menurut pendapat Wach, A. Mukti Ali dan Kitagawa yakni Antropologi Agama menganggap bahwa agama bukan wahyu tetapi sekedar produk kehidupan manusia bermasyarakat, barangkali dapat dinamakan bukan Science of Religion. Ciri-ciri menggunakan metode Antropologi adalah obyeknya sekelompok manusia yang biasanya manusia sederhana dalam kebulatan kehidupannya, artinya meliputi aspek kebudayaannya. Jadi agama tidak diteliti secara tersendiri, tetapi diteliti dalam kaitannya dengan aspek-aspek budaya yang lain dari sekelompok manusia beragama yang dipelajari itu.

3 Pokok Ajaran Islam

Sejauh Mana Pemahaman Kita?
Tak terasa, sudah sejak lama sekali (mungkin sudah 20-an tahun atau bahkan lebih) kita menjadi sebagai seorang muslim. Nikmat yang besar ini patutlah kita syukuri, karena banyak di antara manusia yang tidak memperoleh nikmat ini. Dan nikmat inilah yang sangat menentukan bahagia atau sengsaranya kita di hari akhir nanti.

Pada kesempatan ini, tidaklah kami ingin menanyakan ‘Sejak kapan kita masuk islam?’ atau ‘Bagaimana ceritanya kita masuk islam?’ karena jawaban pertanyaan ini bukanlah suatu yang paling mendasar dan paling penting. Namun pertanyaan paling penting yang harus kita renungkan dan kita jawab pada setiap diri kita adalah: ‘Sudah sejauh manakah kita telah memahami dan mengamalkan ajaran kita ini?’ Pertanyaan inilah yang paling penting yang harus direnungkan dan dijawab, karena jawaban pertanyaan inilah yang nantinya sangat menentukan kualitas keislaman dan ketakwaan seseorang.

Allah berfirman, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati di dalam kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al Ashr: 1-3)

Allah berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” (Al Hujurot: 13)

Pokok Ajaran Islam
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa ajaran Islam ini adalah ajaran yang paling sempurna, karena memang semuanya ada dalam Islam, mulai dari urusan buang air besar sampai urusan negara, Islam telah memberikan petunjuk di dalamnya. Allah berfirman, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah: 3)

Salman Al-Farisi berkata,“Telah berkata kepada kami orang-orang musyrikin, ‘Sesungguhnya Nabi kamu telah mengajarkan kepada kamu segala sesuatu sampai buang air besar!’ Jawab Salman, ‘benar!” (Hadits Shohih riwayat Muslim). Semua ini menunjukkan sempurnanya agama Islam dan luasnya petunjuk yang tercakup di dalamnya, yang tidaklah seseorang itu butuh kepada petunjuk selainnya, baik itu teori demokrasi, filsafat atau lainnya; ataupun ucapan Plato, Aristoteles atau siapa pun juga.

Meskipun begitu luasnya petunjuk Islam, pada dasarnya pokok ajarannya hanyalah kembali pada tiga hal yaitu tauhid, taat dan baro’ah (berlepas diri). Inilah inti ajaran para Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah kepada ummat manusia. Maka barangsiapa yang tidak melaksanakan ketiga hal ini pada hakikatnya dia bukanlah pengikut dakwah para Nabi. Keadaan orang semacam ini tidak ubahnya seperti orang yang digambarkan oleh seorang penyair, “Semua orang mengaku punya hubungan cinta dengan Laila, namun Laila tidak mengakui perkataan mereka”.

Berserah Diri Kepada Allah Dengan Merealisasikan Tauhid
Yaitu kerendahan diri dan tunduk kepada Allah dengan tauhid, yakni mengesakan Allah dalam setiap peribadahan kita. Tidak boleh menujukan satu saja dari jenis ibadah kita kepada selain-Nya. Karena memang hanya Dia yang berhak untuk diibadahi. Dia lah yang telah menciptakan kita, memberi rizki kita dan mengatur alam semesta ini, pantaskah kita tujukan ibadah kita kepada selain-Nya, yang tidak berkuasa dan berperan sedikitpun pada diri kita?

Semua yang disembah selain Allah tidak mampu memberikan pertolongan bahkan terhadap diri mereka sendiri sekali pun. Allah berfirman, “Apakah mereka mempersekutukan dengan berhala-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatu pun? Sedang berhala-berhala itu sendiri yang diciptakan. Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada para penyembahnya, bahkan kepada diri meraka sendiripun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan.” (QS. Al A’rof: 191-192)

Semua yang disembah selain Allah tidak memiliki sedikitpun kekuasaan di alam semesta ini. Allah berfirman, “Dan orang-orang yang kamu seru selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu, dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (QS. Fathir: 13-14)

Tunduk dan Patuh Kepada Allah Dengan Sepenuh Ketaatan
Pokok Islam yang kedua adalah adanya ketundukan dan kepatuhan yang mutlak kepada Allah. Dan inilah sebenarnya yang merupakan bukti kebenaran pengakuan imannya. Penyerahan dan perendahan semata tidak cukup apabila tidak disertai ketundukan terhadap perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi apa-apa yang dilarang, semata-mata hanya karena taat kepada Allah dan hanya mengharap wajah-Nya semata, berharap dengan balasan yang ada di sisi-Nya serta takut akan adzab-Nya.

Kita tidak dibiarkan mengatakan sudah beriman lantas tidak ada ujian yang membuktikan kebenaran pengakuan tersebut. Allah berfirman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. AlAnkabut: 2-3)

Orang yang beriman tidak boleh memiliki pilihan lain apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan keputusan. Allah berfirman, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan tidak pula perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 36)

Orang yang beriman tidak membantah ketetapan Allah dan Rasul-Nya akan tetapi mereka mentaatinya lahir maupun batin. Allah berfirman, “Sesungguhnya jawaban orang-orang beriman, bila mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum di antara mereka ialah ucapan. ‘Kami mendengar, dan kami patuh’. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An Nur: 51)

Memusuhi dan Membenci Syirik dan Pelakunya
Seorang muslim yang tunduk dan patuh terhadap perintah dan larangan Allah, maka konsekuensi dari benarnya keimanannya maka ia juga harus berlepas diri dan membenci perbuatan syirik dan pelakunya. Karena ia belum dikatakan beriman dengan sebenar-benarnya sebelum ia mencintai apa yang dicintai Allah dan membenci apa yang dibenci Allah. Padahal syirik adalah sesuatu yang paling dibenci oleh Allah. Karena syirik adalah dosa yang paling besar, kedzaliman yang paling dzalim dan sikap kurang ajar yang paling bejat terhadap Allah, padahal Allahlah Robb yang telah menciptakan, memelihara dan mencurahkan kasih sayang-Nya kepada kita semua.

Allah telah memberikan teladan kepada kita yakni pada diri Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salam agar berlepas diri dan memusuhi para pelaku syirik dan kesyirikan. Allah berfirman, “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: ‘Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari kamu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.’” (QS. Al-Mumtahanah: 4)

Jadi ajaran Nabi Ibrahim‘alaihis salam bukan mengajak kepada persatuan agama-agama sebagaimana yang didakwakan oleh tokoh-tokoh Islam Liberal, akan tetapi dakwah beliau ialah memerangi syirik dan para pemujanya. Inilah millah Ibrahim yang lurus! Demikian pula Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mengobarkan peperangan terhadap segala bentuk kesyirikan dan memusuhi para pemujanya. Inilah tiga pokok ajaran Islam yang harus kita ketahui dan pahami bersama untuk dapat menjawab pertanyaan di atas dengan jawaban yang yakin dan pasti. Dan di atas ketiga pokok inilah aqidah dan syari’ah ini dibangun. Maka kita mohon kepada Allah semoga Allah memberikan taufiq kepada kita untuk dapat memahami agama ini, serta diteguhkan di atas meniti din ini. Wallahu a’lam