Minggu, 30 Oktober 2011

3 Pokok Ajaran Islam

Sejauh Mana Pemahaman Kita?
Tak terasa, sudah sejak lama sekali (mungkin sudah 20-an tahun atau bahkan lebih) kita menjadi sebagai seorang muslim. Nikmat yang besar ini patutlah kita syukuri, karena banyak di antara manusia yang tidak memperoleh nikmat ini. Dan nikmat inilah yang sangat menentukan bahagia atau sengsaranya kita di hari akhir nanti.

Pada kesempatan ini, tidaklah kami ingin menanyakan ‘Sejak kapan kita masuk islam?’ atau ‘Bagaimana ceritanya kita masuk islam?’ karena jawaban pertanyaan ini bukanlah suatu yang paling mendasar dan paling penting. Namun pertanyaan paling penting yang harus kita renungkan dan kita jawab pada setiap diri kita adalah: ‘Sudah sejauh manakah kita telah memahami dan mengamalkan ajaran kita ini?’ Pertanyaan inilah yang paling penting yang harus direnungkan dan dijawab, karena jawaban pertanyaan inilah yang nantinya sangat menentukan kualitas keislaman dan ketakwaan seseorang.

Allah berfirman, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati di dalam kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al Ashr: 1-3)

Allah berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” (Al Hujurot: 13)

Pokok Ajaran Islam
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa ajaran Islam ini adalah ajaran yang paling sempurna, karena memang semuanya ada dalam Islam, mulai dari urusan buang air besar sampai urusan negara, Islam telah memberikan petunjuk di dalamnya. Allah berfirman, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah: 3)

Salman Al-Farisi berkata,“Telah berkata kepada kami orang-orang musyrikin, ‘Sesungguhnya Nabi kamu telah mengajarkan kepada kamu segala sesuatu sampai buang air besar!’ Jawab Salman, ‘benar!” (Hadits Shohih riwayat Muslim). Semua ini menunjukkan sempurnanya agama Islam dan luasnya petunjuk yang tercakup di dalamnya, yang tidaklah seseorang itu butuh kepada petunjuk selainnya, baik itu teori demokrasi, filsafat atau lainnya; ataupun ucapan Plato, Aristoteles atau siapa pun juga.

Meskipun begitu luasnya petunjuk Islam, pada dasarnya pokok ajarannya hanyalah kembali pada tiga hal yaitu tauhid, taat dan baro’ah (berlepas diri). Inilah inti ajaran para Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah kepada ummat manusia. Maka barangsiapa yang tidak melaksanakan ketiga hal ini pada hakikatnya dia bukanlah pengikut dakwah para Nabi. Keadaan orang semacam ini tidak ubahnya seperti orang yang digambarkan oleh seorang penyair, “Semua orang mengaku punya hubungan cinta dengan Laila, namun Laila tidak mengakui perkataan mereka”.

Berserah Diri Kepada Allah Dengan Merealisasikan Tauhid
Yaitu kerendahan diri dan tunduk kepada Allah dengan tauhid, yakni mengesakan Allah dalam setiap peribadahan kita. Tidak boleh menujukan satu saja dari jenis ibadah kita kepada selain-Nya. Karena memang hanya Dia yang berhak untuk diibadahi. Dia lah yang telah menciptakan kita, memberi rizki kita dan mengatur alam semesta ini, pantaskah kita tujukan ibadah kita kepada selain-Nya, yang tidak berkuasa dan berperan sedikitpun pada diri kita?

Semua yang disembah selain Allah tidak mampu memberikan pertolongan bahkan terhadap diri mereka sendiri sekali pun. Allah berfirman, “Apakah mereka mempersekutukan dengan berhala-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatu pun? Sedang berhala-berhala itu sendiri yang diciptakan. Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada para penyembahnya, bahkan kepada diri meraka sendiripun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan.” (QS. Al A’rof: 191-192)

Semua yang disembah selain Allah tidak memiliki sedikitpun kekuasaan di alam semesta ini. Allah berfirman, “Dan orang-orang yang kamu seru selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu, dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (QS. Fathir: 13-14)

Tunduk dan Patuh Kepada Allah Dengan Sepenuh Ketaatan
Pokok Islam yang kedua adalah adanya ketundukan dan kepatuhan yang mutlak kepada Allah. Dan inilah sebenarnya yang merupakan bukti kebenaran pengakuan imannya. Penyerahan dan perendahan semata tidak cukup apabila tidak disertai ketundukan terhadap perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi apa-apa yang dilarang, semata-mata hanya karena taat kepada Allah dan hanya mengharap wajah-Nya semata, berharap dengan balasan yang ada di sisi-Nya serta takut akan adzab-Nya.

Kita tidak dibiarkan mengatakan sudah beriman lantas tidak ada ujian yang membuktikan kebenaran pengakuan tersebut. Allah berfirman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. AlAnkabut: 2-3)

Orang yang beriman tidak boleh memiliki pilihan lain apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan keputusan. Allah berfirman, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan tidak pula perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 36)

Orang yang beriman tidak membantah ketetapan Allah dan Rasul-Nya akan tetapi mereka mentaatinya lahir maupun batin. Allah berfirman, “Sesungguhnya jawaban orang-orang beriman, bila mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum di antara mereka ialah ucapan. ‘Kami mendengar, dan kami patuh’. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An Nur: 51)

Memusuhi dan Membenci Syirik dan Pelakunya
Seorang muslim yang tunduk dan patuh terhadap perintah dan larangan Allah, maka konsekuensi dari benarnya keimanannya maka ia juga harus berlepas diri dan membenci perbuatan syirik dan pelakunya. Karena ia belum dikatakan beriman dengan sebenar-benarnya sebelum ia mencintai apa yang dicintai Allah dan membenci apa yang dibenci Allah. Padahal syirik adalah sesuatu yang paling dibenci oleh Allah. Karena syirik adalah dosa yang paling besar, kedzaliman yang paling dzalim dan sikap kurang ajar yang paling bejat terhadap Allah, padahal Allahlah Robb yang telah menciptakan, memelihara dan mencurahkan kasih sayang-Nya kepada kita semua.

Allah telah memberikan teladan kepada kita yakni pada diri Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salam agar berlepas diri dan memusuhi para pelaku syirik dan kesyirikan. Allah berfirman, “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: ‘Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari kamu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.’” (QS. Al-Mumtahanah: 4)

Jadi ajaran Nabi Ibrahim‘alaihis salam bukan mengajak kepada persatuan agama-agama sebagaimana yang didakwakan oleh tokoh-tokoh Islam Liberal, akan tetapi dakwah beliau ialah memerangi syirik dan para pemujanya. Inilah millah Ibrahim yang lurus! Demikian pula Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mengobarkan peperangan terhadap segala bentuk kesyirikan dan memusuhi para pemujanya. Inilah tiga pokok ajaran Islam yang harus kita ketahui dan pahami bersama untuk dapat menjawab pertanyaan di atas dengan jawaban yang yakin dan pasti. Dan di atas ketiga pokok inilah aqidah dan syari’ah ini dibangun. Maka kita mohon kepada Allah semoga Allah memberikan taufiq kepada kita untuk dapat memahami agama ini, serta diteguhkan di atas meniti din ini. Wallahu a’lam