Selasa, 15 November 2011

CE & Demokrasi


CIVIC EDUCATION
Civic Education (Pendidikan Kewarganegaraan), yaitu Ilmu tentang Kewarganegaraan yang mengkaji tentang hubungan antar individu dalam suatu kelompok yang terorganisir dan individu dengan negara.

Numan Sumantri: Civic Education adalah Ilmu Kewarganegaraan yang membicarakan tentang: (1) Hubungan manusia dengan manusia lain dalam organisasi sosial, ekonomi dan politik; (2) Individu dengan individu.

Nomenklatur (terminologi) Pendidikan Kewarganegaraan di dunia :
1.             USA: Civic, Civic Education
2.             UKA: Citizenship Education
3.             Timur Tengah: Ta’limul Muwathanah, Tarbiyatul Wathaniyah
4.             Mexico: Education Civitas
5.             Jerman: Sachuntterricht
6.             USA New Zealand: Civic, Social Staudies
7.             Afrika Selatan: Life Orientation
8.             Hongaria: People and Society
9.             Singapore: Civic and Moral Education
10.         Rusia: Obscesvovedinie
11.         Indonesia: Pendidikan Kewarganegaraan

Istilah Pendidikan Kewargaan disampaikan oleh Azyumardi Azra dan ICCE (Indonesian Center for Civic Education) UIN Jakarta.

Sedangkan istilah Pendidikan Kewarganegaraan disampaikan oleh Zamroni, M. Numan Sumantri dan S. Winataputra.

Sebagian ahli, menyamakan Civic Education dengan Pendidikan Demokrasi, Masyarakat Madani dan Pendidikan HAM.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan: membangun karakter, membentuk kecakapan partisipatif, menjadikan warga negara Indonesia yang cerdas, mengembangkan kultur demokrasi.

Ruang Lingkup Civic Education: Demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), Masyarakat Madani (Civil Society).

DEMOKRASI
Secara etimologis “Demokrasi” terdiri dari dua kata “demos” dan “cratos” (bahasa Yunani). Demos artinya “rakyat” (penduduk setempat), Cratos (cratein) artinya “kekuasaan” atau “kedaulatan”. Demos-cratos (demokrasi) artinya “suatu keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan di tangan rakyat”.

Demokrasi secara istilah adalah suatu perencanaan institusi untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atau suara rakyat. (Joseph A. Schmeter)

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah didasarkan pada kesepakatan mayoritas, yang diberikan secara bebas kepada orang dewasa, baik langsung maupun tidak langsung. (Sidny Hook)

Demokrasi adalah sebuah sistem sosial politik modern yang paling baik dari sekian banyak sistem maupun ideologi yang ada dewasa ini.

Menurut Mahfud MD, (pakar hukum). Ada dua alasan dipilihnya demokrasi (di Indonesia) sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara: Pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental; Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi perananan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya.

Negara


Secara terminologi, negara diartikan sebagai organisasi tertinggi di antara suatu kelompok dan mempunyai pemerintahan yang sah dan berdaulat.

Istilah Negara sudah akrab di telinga kita, tetapi negara bersifat abstrak, tidak dapat dilihat secara kasab mata, hanya dapat dilihat lambang negara, bendera negara, lagu, bahasa, ideologi dan lain-lain.

Dalam bahasa Belanda & Jerman (Staat), Inggris (State), Perancis (Etat), Arab (Ad-Daulah), Latin (Status-Statum), keadaan yang tetap dan tegak atau kedudukan. Ini muncul sejak abad 15-17 di Benua Eropa.

Di Indonesia istilah Negara dimulai sejak abad ke-5, dengan sistem kerajaan :
1.             Kerajaan Tarumanegara, adalah negara yang daerahnya meliputi daerah sekitar lembah Sungai Citarum Jawa Barat, di bawah pimpinan Raja Purnawarman.
2.             Kerajaan Kertanegara, (Raja Singosari, 1266-1292).
3.             Kerajaan Jayanegara, (Raja Majapahit, 1209-1350).
4.             Kerajaan Rajasanegara, (Raja Majapahit, 1350-1389).
5.             Kerajaan Negara Kertagama, (buku) karya Empu Prapanca (1965) yang menjelaskan tentang tata pemerintahan Majapahit.

Sifat-sifat negara :
a.              Sifat memaksa, (memiliki hukum, mempunyai kekuasaan, polisi atau penjara dan lain-lain).
b.             Sifat monopoli, (monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat).
c.              Sifat mencakup semuanya, (membayar pajak berlaku untuk semuanya tanpa terkecuali.

Proses bangsa yang menegara adalah sebagai berikut :
1.             Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.
2.             Proklamasi atau pintu gerbang kemerdekaan.
3.             Keadaan bernegara yang nilai-nilai dasarnya adalah merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Bentuk Negara ada dua yaitu :
1.             Negara Kesatuan (Unitarisme), bentuk suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, dengan satu pemerintahan pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah
2.             Negara Serikat (Federasi), bentuk Negara gabungan yang terdiri dari beberapa Negara bagian dari sebuah Negara Serikat.

Tujuan negara :
1.             Untuk memperluas kekuasaan
2.             Untuk menyelenggarakan ketertiban umum
3.             Untuk mencapai kesejahteraan umum
4.             Tujuan negara dalam Islam, agar manusia dapat menjalankan hidupnya dengan baik, jauh dari sengketa dan menjaga intervensi pihak-pihak asing. (Ibnu Arabi)
5.             Tujuan negara untuk mengusahakan kemaslahatan agama dunia dan kemaslahatan akhirat. (Ibnu Kholdun)
6.             Tujuan negara adalah menyelenggarakan ketertiban hukum. (Konsep Negara Hukum)

Unsur-unsur negara :
1.             Rakyat (masyarakat)
2.             Wilayah teritorial)
3.             Pemerintahan
4.             Undang-undang (peraturan)
5.             Pengakuan negara lain (diakui oleh negara lain)

Senin, 14 November 2011

Masa Disintegrasi (1000 - 1250 M)

A.Dinasti-Dinasti yang Memerdekakan Diri Dari Baghdad
Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir zaman bani Umayyah.Akan terlihat perbedaan antara pemerintahan bani Umayyah dengan pemerinatahan bani Abbas.Wilayah kekuasaan bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhanya, sejajar dengan batas wilayah kekuasaan Islam.Ada kemungkinan bahwa para khalifah Abbasiah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari propinsi-propinsi tertentu.Dengan pembiayaan upeti. Alasanya, pertama mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya, kedua, penguasa bani Abbas lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan dari pada politik dan ekspansi.1
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa bani Abbas, dengan berbagai cara diantaranya pemberontakan yang dilakukan oleh pemimpin lokal dan mereka berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulah Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko. Seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh kholifah, kedudukanya semakin bertambah kuat, seperti daulah Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyah di Khiurasan.
Kecuali bani Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko, propinsi-propinsi itu pada mulanya patuh membayar upeti selama mereka menyaksikan Baghdad stabil dan khalifah mampu mengatasi pergolakan yang muncul.Namun, saat wibawa khalifah sudah memudar mereka melepaskan diri dari Baghdad.Mereka tidak hanya menggerogogoti kekuasaan, bahkan diantara mereka ada yang berusaha mengusai kholifah itu sendiri2.
Menurut Watt, sebenarnya keruntuhan kekuasaan bani Abbas mulai terlihat sejak awal abad kesembilan. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pimimpin yang memiliki kekuasaan militer di propinsi-propinsi tertentu yang membuat mereka benar-benar independen.
Dinasti dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khalifah Abbasyiah, diantaranya adalah :
1.Yang berbangsa Persia :
a.Thahiriyah di Khurasan (205-259 H/820-872 M)
b.Shafariyah di Fars (254-290 H/868-901 M)
c.Samaniyah di Transoxania (261-289 H/873-998 M)
d.Sajiyyah di Azerbeijan (266-318 H/878-930 M)
e.Buwaihiyah bahkan menguasai Baghdad (320-447 H / 932-1055 M)
2.Yang berbangsa Turki
a.Thuluniyah di Mesir (254-292 H/837-903 M)
b.Ikhsyidiyahdi Turkistan (320-560 H/932-1163 M)
c.Ghazanawiyah di Afganistan (351-585 H/962-1189 M)
d.Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya
Seljuk besar atau Seljuk agung (429-522 H/1037-1127 M)
Seljuk Kirman di Kirman (433-583 H/1040-1187 M)
Selhuk Syiria atau Syam di Syiria (487-511 H/1094-1117 M)
Seljuk Irak di Irak dan Kurdistan (511-590 H/1117-1194 M)
Seljuk Rum atau Asia kecil di Asia kecil (470-700 H/1077-1299 M)
3.Yang berbangsa Kurdi
a.Al Barzuqani (348-406 H/959-1015 M)
b.Abu Ali ((380-489 H/990-1095 M)
c.Ayubiyah (564- 648 H/1167-1250 M)
4.Yang berbangsa Arab
a.Idrisiyah di maroko (172-375 H/788-985 M)
b.Aghlabiyah di Tunisia (184-289 H/800-900 M)
c.Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H/825-898 M)
5.Yang mengaku dirinya sebagai kholifah
a.Umawiyah di spanyol
b.Fathimiyah di mesir3
B.Perebutan Kekuasaan Di Pusat Pemerintahan
Faktor lain yang menyebabkan peran politik bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya.Nabi Muhammad memang tidak menentukan bagaiman acara penggantian pemimpin setelah ditinggalkanya.Beliau menyerahkan masalah ini kepada kaum muslimin sejalan dengan jiwa kerakyatan yangberkembang dikalangan masyarakat Arab dan ajaran demokrasi dalam Islam. Setelah nabi wafat, terjadi pertentangan pendapat diantara kaum muhajirin dan anshar dibalai kota bani Sa’idah di madinah. Akan tetapi, karena pemahaman keagaamaan mereka yang baik, semangat musyawarah, ukhuwah yang tinggi, perbedaan itu dapat diselesaikan.dan Abu Bakar terpilih menjadi khalifah.
Pertumpahan darah pertama dalam Islam karena perebutan kekuasaan terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin abi thalib. Ali terbunuh oleh bekas pengikutnya sendiri.
Pemberontakan-pemberontakan yang muncul pada masa Ali ini bertujuan untuk menjatuhkanya dari kursi khalifah dan diganti oleh pemimpin pemberontak itu. Hal ini sama juga terjadi pada masa kekhalifahan bani Umayyah di Damaskus. Seperti pemberontakan Husein bin Ali, syi’ah yang dipimpin oleh Ali Muchtar.
Pada pemerintahan bani Abbas, perebutan kekuasaan seperti itu juga terjadi, terutama di awal berdirinya.Ditangan tentara Turkilah khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbuat apa-apa.Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan politik mereka.Setelah kekuasaan berada di tanagn orang-orang Turki pada periode kedua, pada periode ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), Daulah Abbasyiah berada dibawah kekuasaan bani Buwaih.
Kelahiran bani Buwaih berawal dari tiga orang putra Abu Syuja’ Buwaih, pencari ikan yang tinggal di daerah Dailam, yaitu Ali, Hasan dan Ahmad. Untuk keluar dari kemiskinan, tiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang ketika itu dipandang banyak mendatangkan rizki. Keadaan khalifah lebih buruk dari pada masa sebelumnya, terutama karena bani Buwaih adalah penganut aliran Syi’ah, sementara bani Abbas adalah Sunni. Selama masa kekuasaan bani Buwaih sering terjadi kerusuhan antara kelompok Ahlus sunnah dan Syi’ah, pemberontakan tentara tersebut.
Setelah Baghdad dikuasai, bani Buwaih memindahkan markaz kekuasaan dari Syiraz ke Baghdad. Mereka membangun gedung tersendiri di tengah kota bernama Dar Al Mamlakah. Tetapi, kendali politik berada di Syiraz, tempat Ali bin Buwaih (saudara tertua) bertahta. Para pegnguasa bani Buwaih mencurahkan perhatian secara langsung dan sungguh-sungguh terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan kesusteraan.
Kekuasaan politik bani Buwaih tidak lama bertahan.Setelah generasi pertama, tiga saudara tersebut.Kekuasaan menjadi ajang pertikaian di antara anak-anak mereka.Masing-masing merasa paling berhak atas kekuasaan pusat.
Faktor-faktor yang membawa kemunduran dan kehancuran bani Buwaih yaitu :
1.Faktor internal
Perebutan kekuasaan di kalangan keturunan
Pertentangan dalam tubuh militer
2.Faktor eksternal
Semakin gencarnya serangan-serangan Bizantium ke dunia Islam.
Semakin banyaknya dinasti-dinasti kecil yang membebaskan diri dari kekuasaan Baghdad.
Dinasti Seljuk berhasil merebut keuasaan dari bani Buwaih .jatuhnya kekuasaan bani Buwaih ketangan Seljuk bermula dari perebutan kekuasaan di dalam negeri. Dinasti Seljuk berasal dari beberapa kabilah kecil rumpun suku Ghuz di wilayah Turkistan.Setelah Seljuk meninggal, kepemimpinana di lanjutkan oleh anaknya, Israil.Namun Israil dan Mikail, penggantinya ditangkap oleh penguasa Ghaznawiyah.Kepemimpinan selanjutnya dipegang oleh Thugrul bek.
Posisi dan kedudukan khalifah lebih baik setelah dinasti Seljuk berkuasa.Kewibawaan dalam bidang agama di kembalikan setelah beberapa lama dirampas orang-orang Syi’ah.Bukan hanya pembangunana mental spiritual, dalam pembangunan fisik pun dinasti Seljuk banyak meninggalkan jasa.Seperti masjid, jembatan, irigasi, jalan raya.
Setelah Maliksyah dan perdana menteri Nizham Al Mulk wafat Seljuk besar mulai mengalami masa kemunduran di bidang politik. Perebutan kekuasaan dianatar anggota keluarga, setiap propinsi berusaha melepaskan diir dari pusat, konflik-konflik da peperangan antar anggota keluarga.4
C.Perang Salib
Peristiwa penting dalam generasi ekspansi yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah peristiwa Manzikart, tahun 464 H ( 1071 M). Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 orang prajurit, berhasil mengalahkan Romawi yang berjumlah 200.000 orang.Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan perang salib.Pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa supaya melakukan perang suci. Perng ini kemudian dikenal dengan nama perang salib. Yang terjadi dalam 3 periode.5
1.Periode pertama (1095-1477 M)
Perang salib ini semula digerakkan oleh seorang pedeta Peter dari Perancis. Kemudian didukung oleh Paus di Vatikan, oleh raja vatikan di Eropa dan oleh kepala orthodox yang berkedudukan di Konstantinopel. Pada tanggal 26 nopember 1095 Paus Urbanus II mengadakan pidato menggema di seluiruh Eropa, di segala Negara Kristen, mempersiapkan tentara yang lengkap bersenjata untuk pergi berperang merebut Palestina.
Ketika tentara salib menduduki palestina terjadilah pembunuhan massal dan penyembelihan secara besar-besaran. Kepala, tangan dan kaki manusia yang mati terbunuh berserakan di sepanjang jalan di kota suci itu. Pada tahun 521 H/1127 M muncul seorang pahlawan Islam termasyhur Imaduddin Zanki, gubernur dari Mousul dapat mengalahakan tentara salib di kota Aleppo dan Humah. Kemenangan itu merupakan yang pertama kali yang disusul dengan kemenangan selanjutnya sehingga tentara salib merasakan pahitnya kekalahan.6
2.Periode kedua (1147-1179 M)
Dengan adanya kekalahan ini, tentara salib mengirim utusan kepada paus meminta bantuan. Kemudian datanglah serbuan kedua yang diupimpin oelh raja Luois VII dari Perancis, Kaisar Kourad dari Jerman dan putra Roger dari Sisilia.
Menyambut angkatan kedua salibiah, muncullah pahlawa Nuruddin Zanki, putra Imamuddin Sanki.Kemahiranya tidak kalah dengan ayahnya, bahkan dimana-mana dapat dikalahkan. Walaupun dia telah mencapai kemenagnan besar dia tidak mabuk kemenangan lalu melupakan perjuanagn selanjutnya.7
3.Periode ketiga (1189-1192 M)
Mulai-mula datang raja Australia dan Jerman bernama Frederik membawa sebnayak 200.000 kemudian pada tahun 1190 datang lagi tentara Eropa dengan pimpinan Richard hati singa sehingga tentara salibiyah ini sangat kuat dan dapat merebut kota Akka.peristiwa ini sangat meyedihakan hati kaum muslimin. Apalagi mendengar bahwa Richard ini sangat kejam, membunuh sebanyak 300 orang tawanan Islam8.
Pada tahun 1219 M, mereka berhasil menduduki Dimyat.Raja Mesir dari dinasti Ayyubiyah waktu itu Al Malik Al Kamil, membuat perjanjian dengan Frederik. Isinya antara lain Frederik bersedia melepaskan Dimyat, sementara Al Malik Al Kamil melepaskan Palestina, Frederik menjamin keamanan kaum disana dan Fredirik tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syiria.9
D.Sebab –Sebab Kemunduran Pemerintahan Bani Abbas
Sebagai mana terlihat dalam periodesasi khilafah Abbasyiah , masa kemunduran dimuilai sejak periode kedua, namun demikian faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya khalifah pada periode itu sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang.Dalam sejarah kekuasaan Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil. Tetapi jika kholifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan
Disamping kelemahan kholifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasyiah hancur. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
1.Luasnya wilayah yang harus di kendalikan
Ini sama seklai bukanya tidak dapat diatasi, tetapi salah satu persyaratan untuk mempersatukan wilayah yang sangat luas harus ada suatu tingkat saling percaya yang tinggi di kalangan penguasa-penguasa utama dan pelakasana pemerintah,. Penghukuman mati, sering setelah disiksa, adalah perlakuan biasa terhadap para wazir yang di berhentikan, pemenjaraan dan penyitaan harta adalah praktek normal.
Dalam keadaan seperti itu hampir bisa dipastikan bahwa setiap orang pasti akan mencari keuntungan bagi dirinya dengan merugikan orang lain, dan akibatnya adalah makin sulit bagi khalifah untuk memperoleh orang-orang yang akan di tunjuk sebagai gubernur propinsi yang bisa dipercaya.
2.Meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran.
Hal ini berhubungan dengan perkembangan-perkembangan dalam tekhnologi militer.Pemakaian tentara bayaran juga berarti bahwa makin banyak uang di keluarkan makin kuat tentara yang dimiliki. Demikianlah untuk mempertahankan posisinya kholifah memerlukan kekuatan militer yang cukup untuk menanggunlangi beberapa gubernur pembangkang pada saat yang sama, tetapi beban keuangan ini makin lama makin sulit diatasi.10
3.Keuangan
Begitu kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup mengirimkan pajak ke Baghdad dan penghasilan menurun dan ini bisa berarti ada pemberontakan oleh tentara atau kekuatan militernya berkurang sehgingga berkurang pula kemampuan nya mengumpulkan pajak. Karena tidak ada bank yang dimintai pinjaman uang oleh kholifah, maka jalan satu-satunya dalam kedaruratan keuangan ini ialah menerapkan denda yang besar, atau penyitaan begitu saja, dari orang-orang kaya yang bagaimanapun sebagaian besar kekayaanya mungkin di dapat secara tidak sah.
Berbagai hal lain juga disebutkan yang memperparah kesuliatan keuangan. Tentara di beri tanah bukanya uang, dan ini mengurangi jumlah yang harus dibayar keperbendaharaan Negara.Untuk menghindari penyitaan orang-orang memberikan harta berdasar waqaf dan ini bisa di berikan kepada keluarganya sendiri11
4.Persaingan antar bangsa.
Khilafah Abbasyiah didirikan oleh bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib yaitu sama-sama ditindas pada masa bani Umayyah
Ada sebab-sebab dinasti Abbas memilih orang- orang Persia dari pada orang Arab. Pertama, sulit, bagi orang-orang arab untuk melupakan bani Umayyah. Kedua, orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ushabiyah kesukuan.
Meskipun demikian, orang-orang Persia itu merasa puas.Mereka menginginkan dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir ditubuh mereka adalah (ras )istimewa dan mereaka menganggap rendah bangsa non Arab di dunia Islam.12
Setelah Al Mutawakkil, seoratng khalifah yang lemah naik tahta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi sejak saat itu kekuasaan bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian di rebut oleh bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga, dan selnajutnya beralih pada dinasti Seljuk.
5.Kemerosotan ekonomi
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran. Pendapatan Negara menurun.Sementara pengeluaran meningkat lebih besar.Menurunya pendapatan karena makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyak terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, di peringanya pajak, sedangkan banyak dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak mau membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah semakin mewah, jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi.13
6.Konflik keberagamaan
Konflik yang dilatar belakangi agama tak terbatas pada konflik anatara muslim dan zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi’ah saja. Tetapi juga antara aliran dalam Islam.Mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid’ah oleh golongan salaf.Perselisihan antar dua golongan ini di pertajam oleh Al Ma’mun, dengan menjadikan Mu’tazilah sebagai madzhab resmi Negara dan melakukan mihnah.Pada masa Al Mutawakkil (847-861) aliran Mu’tazilah di batalkan sebagai aliran Negara dan golongan salaf kembali naik daun.Tidak toleranya pengikut Hambali (salaf) terhadap Mu’tazilah yang rasional telah menyempitkan horizon intelektual.
7.Ancaman dari luar
Adapun faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasyiah lemah dan akhirnya hancur. Pertama, perang salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode yang menelan banyak korban.Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Pengaruh salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol, Hulago Khar, panglima tentara Mongol sangat membenci Islam karena ia banyak di pengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian.14
8.Pertentangan internal keluarga
Didalam pemerintahan terjadi konflik keluarga yang berkepanjangan. Ribuan orang terbunuh akibat peristiwa Al Mansur melawan Abdullah bin Ali pamanya sendiri dan Al Masum Al Mu’tasim melawan Abbas bin Al Ma’mun. Konflik ini meyebabkan keretakan psikologis yang dalam dan menghilangkan solidaritas keluarga, sehingga mengundang campur tangan dari luar.
9.Kehilangan kendali dan unculnya daulah-daulah kecil
Faktor kepribadian sangat menentukan pula keberhasilan seorang pemimpin. Kelemahan pribadi diantara kholifah Abbasyiah mengakibatkan kehancuran system khilafah. Terutama karena terbuai kehidupan mewah, perdana menteri seenaknya menentukan kebijakan para khalifah .mereka menggunakan kekuatan dari luar untuk mempertahankan pemerintahanya seperti orang Turki, Seljuk, dan Buwaihi-khawarizmi, kekuatan dari luar lebih mengakibatkan kehancuran15.

Khilafah Bani Abbas


Penyebab Kemunduran dan Kehancuran bani abbas

Khilafah Bani Abbas (Masa Kemajuan Islam)

Khilafah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini adalah keturunan Al-Abbas, paman Nabi Muhammad SAW, yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Dimana pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dam budaya.

Kekuasaan dinasti Bani Abbas, atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abass. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:

1. Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M-334 H/945 M), disebut pereode pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/l194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
5. Periode Kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.

Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.

Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. karena itu, pembina sebenarnya dari daulat Abbasiyah adalah Abu Ja'far al-Manshur (754-775 M). Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syi'ah yang merasa dikucilkan dari kekusaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir, karena tidak bersedia membaiatnya, dibunuh oleh Abu Muslim al-Khurasani atas perintah Abu Ja'far. Abu Muslim sendiri karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya, dihukum mati pada tahun 755 M.

Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Bagdad, dekat bekas ibu kota Persia, Clesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al-Manshur melakukan konsolidasi dan Penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator departemen, Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurrahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan perananya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.

Khalifah al-Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Diantara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosporus. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama genjatan senjata 758-765 M,
Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)". Dengan demikian, konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa al- Khulafa' al-Rasyiduun. Disamping itu, berbeda dari daulat Umayyah, khalifah-khalifah Abbasiyah memakai "gelar tahta", seperti al-Manshur adalah "gelar tahta". Abu Ja'far. "gelar tahta" itu lebih populer daripada nama yang sebenarnya.

Kalau dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-Abbas dan Abu Ja'far al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M), Harun al-Rasyid (786-809 M), al-Ma'mun (813-833 M), al-Mu'tashim (833-842 M), al-Wasiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M). Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting.

Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Al-Ma'mun, pengganti al-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Al-Mu'tashim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa daulat Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat.

Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindik di Persia, gerakan Syi'ah, dan konflik antar bangsa dan aliran pemikiran keagamaan. Semuanya dapat dipadamkan.

Dari gambaran di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah. Disamping itu, ada pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tak terdapat di zaman Bani Umayyah.

1. Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa Turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
2. Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Ummayah.
3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, belum ada tentara khusus yang profesional.

Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:

1. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.

2. Tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana.

Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.

Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Disamping itu, kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:

1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.

2. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma'mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.

Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode, penafsiran pertama, tafsir bi al-ma'tsur, yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al-ra'yi, yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada hadits dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al-ra'yi, (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh dan terutama dalam ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan umat Islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.

Imam-imam mazhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Abu Hanifah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang berada di tengah-tengah kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qadhi al-Qudhat di zaman Harun al-Rasyid.

Berbeda dengan Abu Hanifah, Imam Malik (713-795 M) banyak menggunakan hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum itu ditengahi oleh Imam Syafi'i (767-820 M) dan Imam Ahmad ibn Hanbal (780-855 M).

Disamping empat pendiri mazhab besar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak mujtahid mutlak lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan mazhab-nya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.

Aliran-aliran teologi sudah ada pada masa Bani Umayyah, seperti Khawarij, Murjiah dan Mu'tazilah. Akan tetapi perkembangan pemikirannya masih terbatas. Teologi rasjonal Mu'tazilah muncul di ujung pemerintahan Bani Umayyah. Namun, pemikiran-pemikirannya yang lebih kompleks dan sempurna baru dirumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelah terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran rasional dalam Islam. Tokoh perumus pemikiran Mu'tazilah yang terbesar adalah Abu al-Huzail al-Allaf (135-235 H/752-849M) dan al-Nazzam (185-221 H/801-835M). Asy'ariyah, aliran tradisional di bidang teologi yang dicetuskan oleh Abu al-Hasan al-Asy'ari (873-935 M) yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga banyak sekali terpengaruh oleh logika Yunani. Ini terjadi, karena al-Asy'ari sebelumnya adalah pengikut Mu'tazilah. Hal yang sama berlaku pula dalam bidang sastra. Penulisan hadits, juga berkembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya fasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadits bekerja.

Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi terkenal nama al-Fazari sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Fargani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al- Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama al-Razi dan Ibn Sina. Al-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibn Sina. Ibn Sina yang juga seorang filosof berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Diantara karyanya adalah al-Qoonuun fi al-Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.

Dalam bidang optikal Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythami, yang di Eropa dikenal dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bidang kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Di bidang matematika terkenal nama Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu aljabar. Kata "aljabar" berasal dari judul bukunya, al-Jabr wa al-Muqoibalah. Dalam bidang sejarah terkenal nama al-Mas'udi. Dia juga ahli dalam ilmu geografi. Diantara karyanya adalah Muuruj al-Zahab wa Ma'aadzin al-Jawahir.

Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat. Yang terkenal diantaranya ialah al-Syifa'. Ibn Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan Averroisme.

Demikianlah kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak ada tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama. Namun sayang, setelah periode ini berakhir, Islam mengalami masa kemunduran.